Pihaknya juga memperoleh salinan Surat Penetapan No. 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan sebagai kelanjutan Surat Putusan Pelaksanaan Sita Jamin No. W2.U1/1923/Pdt.04.10/VIII/2009 tanggal 8 Agustus 2009 dari PN Medan, yang meminta bantuan pelaksanaan sita jamin kepada Pengadilan Negeri Kisaran.
Ditegaskan Zulkarnain, seluruh akta yang dibuat saat sengketa peradilan, sebelum keluarnya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berkaitan dengan keberadaan saham–saham PT. Moeis telah batal atas nama hukum.
PT Moeis yang bergerak di bidang perkebunan di Desa Pare-pare, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara (pemekaran dari Kabupaten Asahan), memiliki sejumlah aset yang terdiri dari tanah, lahan perkebunan, gedung perkantoran dan bangunan, tersebar di sejumlah kota hingga Malaysia.
Keseluruhan aset–aset PT. Moeis berupa perkebunan Siparepare seluas 1.073 haktare di Pare–pare, tiga unit pintu rumah toko di Jalan Palang Merah No. 100 – 104 Medan, tanah seluas 1. 834 meter persegi di Jalan K.L. Yos Sudarso Medan, 250 unit perumahan di Muka Kuning, Batam, Gedung Sopo Godang PT. Moesi di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta.
Perkebunan kelapa sawit seluas 200 hektare di Bengkulu, tanah dan bangunan rumah tinggal seluas 1.000 meter persegi di Street Panglima Sekyen, Syah Alam Selangor, Malaysia, serta tanah dan rumah di Perumahan Pondok Gede Blok B2.
Ironisnya, saat sengketa hukum sedang berlangsung, sebut Zulkarnain, aset PT. Moeis berupa Gedung Sopo Godang PT. Moeis di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta Pusat, digadaikan Oman Mardi alias Awi kepada Bank Kesawan di Jakarta.
Dalam menuntut keadilan, ahli waris PT. Moeis, telah menemui Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden Indonesia, dan Ketua Pengawasan Hakim Agung di Jakarta dan MayjenTNI (Purn) Timur F. Manurung.
Setelah menemui SBY, Zulkarnain memperoleh salinan putusan atas perkara hukum yang ditempuhnya.
Zulkarnain mendesak Pengadilan Negeri Medan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung No. 1262 K/Pdt/2011, dilaksanakannya eksekusi. (Red)