“Ada teman yang sampai keguguran,” kenang Rubiah.
Tak hanya Rubiah, Titin, dan Siti alami kondisi jalur berbahaya. Para murid lainnya menempuh jalur medan berbahaya demi mendapatkan ilmu pendidikan.
Ancaman binatang binatang buas, buaya, jadi ancaman para pelintas di jalur ini menuju SDN 18, Desa Sungai Dungun, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. [Foto HAD|Rienews.com]
Hal ini dilalui para guru dan pelajar kurun waktu sapta (tujuh) tahun.
“Sudah sejak tahun 2010. Pertama mengajar sudah begini keadaan yang kita alami, perjalanan yang semestinya bisa ditempuh selama belasan menit, harus dilalui selama lebih dari dua jam, panjang jalan yang rusak mungkin mencapai lima kilometer lebih,” ujarnya.
Permohonan perhatian pernah mereka sampaikan kepada pemerintah setempat. Dengan asa datanganya perbaikan jalur lintas menuju sekolag. Namun, perhatian dan perbaikan tak kunjung tiba.
“Sudah pernah kami melaporkan keadaan ini kepada Pemerintah Desa setempat dan Pemerintah Kabupaten, akan tetapi tak ada respons berarti, begitulah keadaannya tetap rusak,” kata Rubiah.
Meski perhatian akan kesulitan yang dihadapi Rubiah dan sejawatnya, tidak didapatkan dari pemerintah dan instansi terkait. Mereka tak putus semangat.
Secara swadaya mereka memperbaiki kondisi jalan.
“Kami tiap tahun patungan untuk membeli kayu, bekas pohon kelapa, dan papan untuk diletakkan pada ruas jalan agar kita bisa lewat. Mungkin tahun ini kami harus urunan lagi, kami ingin membangun jalan kecil di bahu jalan, yang penting bisa dilewati sepeda motor,” kata Rubiah bersemangat. (HAD)