“Kami lahir dari keprihatinan terhadap konten-konten isu perempuan di media yang belum dianggap penting dan diberitakan sensional, serta kebijakan yang belum ramah gender dan inklusif. Kami percaya digitalisasi yang inklusif akan membawa perubahan pada posisi perempuan yang lebih baik, termasuk di media.
Kami bersepakat untuk memperjuangkan:
Pertama, teknologi yang inklusif dan non-diskriminatif.
Kedua, konten media berperspektif gender dan inklusif.
Ketiga, ruang redaksi yang ramah gender dan kesejahteraan jurnalis
Keempat, stop segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan sensasionalisme terhadap perempuan”.
Artikel lain
Dua Tahun Lalu, DPR Menyatakan Depo Pertamina Plumpang Bahaya Satu
Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu, Presiden Jokowi Dukung KPU Banding
Koalisi Sipil: Kasus Haris-Fatia Harus Dihentikan karena Kriminalisasi atas Kritik Dipaksakan
Perjuangan tersebut dilakukan media-media alternatif perempuan di tengah berbagai tantangan internal. Seperti memperluas pembaca, krisis finansial, hingga pentingnya perbaikan manajemen. Perjuangan dan tantangan itu menguatkan kebutuhan kolaborasi antara sesama media perempuan. Saat ini, ke-14 media alternatif perempuan tersebut berkumpul dan bersepakat untuk berkolaborasi dalam berbagai aspek. Harapannya, agar media-media alternatif perempuan dapat berkelanjutan dan kuat menghadapi berbagai ancaman di masa depan. (Rep-04)