RIENEWS.COM – Kamis, 18 Januari 2024 tepat 17 Tahun Aksi Kamisan yang dimulai sejak 18 Januari 2007. Aksi yang dilakukan para penyintas dan keluarga korban pelanggaran HAM berat serta pegiat hak asasi manusia itu selalu dilakukan dengan cara diam dan berdiri di depan Istana Negara, Jakarta. Aksi setiap Kamis digelar untuk melawan lupa dan mendesak Negara mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM berat secara hukum.
“Namun selama 17 tahun pula, keadilan serta hak-hak korban dan keluarga korban tak kunjung dipenuhi Negara. Justru tembok impunitas kian menguat,” kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus dalam siaran pers KontraS.
Berdasarkan catatan KontraS, impunitas yang dilakukan Negara selama belasan tahun itu antara lain membiarkan para penjahat HAM menduduki jabatan strategis di kursi pemerintahan tanpa ada penghukuman. Penguasa berkolusi dengan para terduga pelaku kejahatan kemanusiaan dan mengkhianati cita-cita feformasi dengan berbagai cara, termasuk memanipulasi hukum, menabrak batasan konstitusi, dan mencari jalan pintas untuk mengelabui rakyat.
Upaya penuntasan perkara pelanggaran HAM berat juga dilakukan setengah hati tanpa benar-benar berorientasi untuk mewujudkan keadilan, akuntabilitas ataupun memenuhi hak-hak korban. Pelaku ataupun otak di balik berbagai kasus kejahatan kemanusiaan melenggang bebas dan berkeliaran di lingkaran kekuasaan. Sementara korban dan keluarganya hidup dalam trauma tanpa ada pengungkapan kebenaran di balik kejahatan yang merampas hidup mereka. Situasi penegakan HAM kian memburuk di tengah keberlanjutan pola-pola kekerasan yang dilakukan aktor negara, kriminalisasi kritik dan aksi protes damai, hingga represi
Selain itu, Dimas melanjutkan, Pemilu 2024 diikuti salah satu kandidat calon presiden yang memiliki catatan hitam pelanggaran HAM. Dia terlibat dalam kasus penghilangan paksa aktivis pada 1997-1998 yang sudah diselidiki dan dinyatakan kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM.
Bukan Dagangan 5 Tahunan
Di sisi lain, ada narasi yang menyebut, bahwa isu pelanggaran HAM berat hanya muncul lima tahun sekali dalam masa Pemilu dan digunakan sebagai bahan kampanye hitam (black campaign) tiap kontestasi politik.
“Aksi Kamisan bukan dagangan politik lima tahunan. Setiap Kamis, setiap pekan, korban HAM dan sejumlah mahasiswa, elemen masyarakat setia menyuarakan isu hak asasi manusia. Aksi Kamisan masih berdiri di depan Istana Negara untuk membuktikan konsistensinya menuntut Negara dan mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM berat secara berkeadilan,” papar Dimas.
Seharusnya, lanjut dia, aksi itu menjadi salah satu titik tekan untuk bisa didengar pemerintah. Aksi Kamisan semakin membuktikan kepada masyarakat dan politisi, bahwa isu HAM bukan lima tahun sekali.
Dalam peringatan 17 Tahun Aksi Kamisan ada beberapa reflektor dari aktivis pro demokrasi dan pemusik yang turut membersamai korban dan keluarga korban dalam memberikan pendidikan politik kepada publik. Ada aktivis Eko Prasetyo, Olin Monteiro, Asfinawati; Komika asal Flores Abdur Arsyad; ekonom Faisal Basri; isteri Pembela HAM Munir Said Thalib, Suciwati; Romo Angga. Juga dimeriahkan penampilan musik dari Usman and the Blackstone yang pernah berkolaborasi dengan Hardingga (anak Yani Afri, Korban Penghilangan Paksa Tahun 1997-1998) serta Sudut Jentera.
Artikel lain
Pakar Unair, Polio Meningkat karena Imunisasi Selama Covid-19 Menurun
Bantu Hitung Suara Pemilu, DKPP Ingatkan Kredibilitas Sirekap