RIENEWS.COM – Rabu besok, 15 Februari 2023 tepat 22 Tahun Mengenang Tragedi Pekerja Rumah Tangga (PRT) Sunarsih yang mengalami kelaparan dan disiksa oleh pemberi kerja (majikan) hingga meninggal dunia di Surabaya pada 15 Februari 2001.
Bukannya jera, kasus penyiksaan terhadap PRT justru bermunculan setelah itu. Ada Sutini yang disekap dan disiksa selama 6 tahun, Ani yang disekap dan disiksa selama 9 tahun, Nurlela yang disekap dan disiksa 5 tahun. Lalu Eni, Elok, Toipah, Rohimah, Khotimah, Rizki, dan Sunarsih-Sunarsih lain yang merasa kelaparan dan kesakitan hingga berakibat pada berkurang atau tidak berfungsinya organ. Bahkan kehilangan nyawa.
Pada masa itu pula, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) dan berbagai organisasi masyarakat sipil mengajukan dan memperjuangkan Rancangan UU Perlindungan PRT (RUU PPRT) ke DPR. Sudah 19 tahun proses RUU PPRT berlangsung mulai dari melakukan berbagai proses kajian, studi banding, berbagai proses dialog, revisi dan pembahasan. Hingga posisi terakhir RUU PPRT sudah disepakati Pleno Badan Legislatif (Baleg) DPR pada 1 Juli 2020 untuk diserahkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) DPR agar diagendakan di Rapat Paripurna DPR untuk ditetapkan sebagai RUU Inisiatif.
Agustus 2022, Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) sudah membentuk Gugus Tugas RUU PPRT. 18 Januari 2023, Presiden Joko Widodo menyatakan berkomitmen atas perlindungan PRT. Dan secara resmi memberikan statemen untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT.
Namun bukan berarti pengesahan RUU PPRT benar-benar dipercepat. Jala PRT dan ormas sipil lainnya dibuat kecewa dengan respon DPR melalui pemberitaan di berbagai media massa.
“DPR menyatakan bahwa tidak perlu buru-buru (mengesahkan RUU PPRT) dan masih perlu kajian,” kata Koordinator Nasional Jala PRT, Lita Anggraini dalam siaran persnya.
Artinya, sudah 2,5 tahun RUU PPRT ditahan di Bamus DPR dan Ketua DPR. Bola belum juga bergulir untuk ditetapkan dalam Rapat Paripurna sebagai RUU Inisiatif. Padahal Pemerintah sudah menyatakan komitmennya untuk membahas bersama DPR.
“Kalau ada perbedaan, semestinya DPR bisa membahasnya bersama Pemerintah untuk mewujudkan jalan bersama,” ucap Lita.
Artikel lain
F1H20 Danau Toba, Apa Dampaknya bagi Masyarakat Sumut
Meningkatkan Kepercayaan Diri Perempuan Hadapi Kebakaran
Ini Motif Pembunuhan Mantan Anggota DPRD Langkat dari Partai Golkar
Namun harapan baik itu belum ada titik terang. Jala PRT menyesalkan dan merasa prihatin atas proses RUU PPRT yang mendesak untuk disahkan, tetapi DPR terus menunda. Tindakan DPR dinilai sama saja dengan memposisikan 4 – 5 juta PRT mayoritas perempuan, warga miskin, dan penopang perekonomian nasional sebagai warga yang terus menerus ditinggalkan, dipinggirkan dan ‘dianggap wajar mengalami kekerasan-perbudakan’.
“Satu hari penundaaan pengesahan RUU PPRT sama dengan membiarkan puluhan PRT korban berjatuhan dan hidup dalam kemiskinan yang berkelanjutan,” tegas Lita.