Koalisi Serius: Revisi Kedua UU ITE Masih Pertahankan Pasal-pasal Karet

Ilustrasi pembungkaman kebebasan berekspresi. Foto Alexas_Fotos/pixabay.com.
Ilustrasi pembungkaman kebebasan berekspresi. Foto Alexas_Fotos/pixabay.com.

RIENEWS.COM – Presiden Joko Widodo menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal revisi UU ITE itu masih memuat pasal-pasal bermasalah, seperti pencemaran dan penyerangan nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu, dan pemutusan akses.

“Pasal-pasal bermasalah itu akan memperpanjang ancaman bagi publik mendapatkan informasi serta hak kebebasan berekspresi di Indonesia,” demikian bunyi siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi UU ITE (Koalisi Serius) yang diterima RIENEWS pada 4 Januari 2024.

Koalisi Serius menjelaskan, bahwa UU ITE di Indonesia adalah salah satu contoh tren di dunia tentang undang-undang terkait kejahatan dunia maya yang disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Sejak disahkan pada 2008 dan revisi pertama 2016, UU ITE telah mengkriminalisasi pembela hak asasi manusia (HAM), jurnalis, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, hingga warga yang melontarkan kritik sahnya.

Koalisi Serius sejak awal menyoroti tertutupnya proses revisi sehingga memberikan sedikit ruang bagi keterlibatan dan pengawasan publik. Transparansi yang kurang menimbulkan risiko besar yang berpotensi menghasilkan peraturan yang menguntungkan elite dibandingkan perlindungan hak asasi manusia.

Alih-alih menghilangkan pasal yang selama ini bermasalah, Koalisi Serius menemukan revisi UU ini masih mempertahankan masalah lama. Pasal-pasal bermasalah itu antara lain Pasal 27 ayat (1) hingga (4) yang kerap dipakai untuk mengkriminalisasi warga sipil; Pasal 28 ayat (1) dan (2) yang kerap dipakai untuk membungkam kritik; hingga ketentuan pemidanaan dalam Pasal 45, 45A, dan 45B.

Bahkan DPR bersama Pemerintah menambahkan ketentuan baru, salah satunya Pasal 27A tentang penyerangan kehormatan atau nama baik orang. Ketentuan ini masih bersifat lentur dan berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang kritis. Pasal baru lainnya adalah Pasal 27B tentang ancaman pencemaran.

Pasal 27B ayat (1) berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:

a. Memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain,
b. Memberi utang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang”.

Artikel lain

KPU Terapkan Aturan Baru Mulai Debat Pilpres Ketiga

Penyebab Kecelakaan KA Turangga-Commuter Line Baraya, KNKT Tunggu Hasil Investigasi

Dominasi Kunjungan Wisman 2023 dari Malaysia, Singapura dan Australia

Pasal 27B ayat (2) berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
a. Memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain,
b. Memberi utang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang”.