Fatia dan Haris Diputus Bebas, Tim Advokasi Berpesan Jangan Takut Mengkritik

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti (memegang spanduk) dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim PN Jakarta Timur, 8 Januari 2024. Foto Dok. KontraS.
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti (memegang spanduk) dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim PN Jakarta Timur, 8 Januari 2024. Foto Dok. KontraS.

RIENEWS.COM – Majelis Hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap dua aktivis pembela hak asasi manusia (HAM), Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin, 8 Januari 2024. Keduanya menjalani proses peradilan sekitar delapan bulan atas kasus pencemaran nama baik lantaran diskusi dalam podcast yang diunggah pada akun Youtube Haris Azhar bertema “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jendral BIN Juga Ada!! NgeHAMtam”, dua tahun lalu.

“Mengadili, menyatakan Haris Azhar tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Membebaskan Haris dari semua dakwaan,” demikian kutipan amar putusan perkara No.202/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Cokorda Gede Arthana. Amar putusan serupa juga menyatakan Fatia bebas dari perkara Nomor 203/Pid.sus/2023/PN Jkt.Tim.

Sebelumnya, JPU menuntut Haris – mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Periode 2010-2016 – dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp1 juta subsider 6 bulan kurungan. JPU juga meminta agar link YouTube Haris Azhar dihapus dari jaringan internet. Sementara Fatia – mantan Koordinator Kontras 2020-2023 – dituntut 3 tahun 6 bulan penjara. Keduanya didakwa melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) jo. UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 55 ke (1) KUHP.

Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah perbuatan-perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi/dokumen elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, muatan yang melanggar kesusilaan, dan pemerasan dan/atau pengancaman dilarang dalam Pasal 27 UU ITE.

Bunyi Pasal 55 ayat (1) KUHP adalah Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan; Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan.

Dalam putusan yang dibacakan, Majelis Hakim menyatakan Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak bisa dilepaskan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Surat Keputusan Bersama tiga Lembaga, yakni Kominfo, Jaksa Agung dan Kapolri.

Pertimbangan Majelis Hakim
Majelis Hakim juga membacakan sejumlah pertimbangan atas putusannya. Pertama, menyatakan bahwa kata “lord” bukan masuk ke dalam unsur pencemaran nama baik. Begitupun yang diucapkan Fatia dalam video podcast, yakni kata “jadi penjahat juga kita”. Menurut majelis hakim, perkataan itu tidak menuju kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), sehingga tidak dapat diklasifikasikan sebagai penghinaan.

Kedua, untuk kalimat “bisa dibilang bermain tambang yang terjadi di Papua hari ini” yang diucapkan Fatia, hakim menilai bahwa hal tersebut terbukti dan tidak dapat diingkari. Sebab PT TDM sebagai anak perusahaan PT Toba Sejahtera yang sahamnya dimiliki LBP sebesar 99 persen memiliki keterkaitan pada penjajakan bisnis di Papua. Hakim menambahkan, unsur-unsur pasal tidak terbukti menurut hukum, sehingga terdakwa tidak terbukti melakukan delik sebagaimana diatur Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik atau dalam dakwaan pertama.

Ketiga, terkait pasal dakwaan lainnya, yakni Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang pemberitahuan bohong, pertimbangan hakim menyatakan bahwa PT Toba sebagai Beneficiary Owner (BO) terlihat dari korespondensi antara Paulus Prananto dengan PT MQ dan West Wits Mining untuk Darewo Project. Dengan demikian, yang diucapkan Fatia dan Haris yang didasari pada hasil riset Koalisi Masyarakat Sipil bukan merupakan berita bohong.

Keempat, majelis hakim pun menilai, judul podcast “Ada Lord Luhut di Balik Operarsi Militer di Papua” juga bukan merupakan pemberitaan bohong sehingga dakwaan primair kedua tidak terpenuhi.

Artikel lain

Debat Ketiga Pilpres, Setara Institute Ingatkan Tak Ada Bahasan Reformasi TNI

Pesan Debat Ketiga, We are Groot hingga Indonesia Respected Forever

Posko Angkutan Nataru Ditutup, Penumpang KA Naik 27 Persen