RIENEWS.COM – Pakar Penyakit Anak Universitas Airlangga (Unair) dokter spesialis anak, Dominicus Husada menjelaskan, polio merupakan penyakit yang mendapat pengawasan khusus secara global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan prosedur tetap (protap) secara internasional dalam menangani polio. Apalagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia telah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) polio.
“Status polio sudah KLB. Penanganannya dikendalikan WHO, ada protap internasional, ada hitungan harinya,” kata Dominicus.
Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, kasus polio telah menyebar di berbagai daerah, seperti Aceh, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Penyebaran itu dampak dari penurunan imunisasi selama pandemi Covid-19.
“Selama pandemi, imunisasi kita menurun tajam,” ucap Dominicus.
Sesuai prinsip imunisasi, jika imunisasi berhenti, maka penyakit akan datang kembali. Penurunan dan pemberhentian imunisasi berdampak pada munculnya penyakit yang tergolong PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi).
“Saat inilah kita menuai efeknya. Hampir semua PD3I meningkat tajam pada 2022-2023,” ungkap dia.
Perlindungan Imunisasi 99,9 Persen
Polio tidak memiliki antivirus sehingga menjadikan penyakit tersebut berbahaya. Pada penderita polio, otot akan mengalami kematian yang tidak bisa disembuhkan.
“Otot yang mati berusaha ditutup oleh otot di sekitarnya yang masih sehat. Namun, otot yang mati tidak bisa dihidupkan kembali,” papar Kepala Divisi Penyakit Infeksi dan Tropis Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran (FK) Unair itu.
Penatalaksanaan penderita polio hanya melalui rehabilitasi medis, sehingga pencegahan menjadi kunci. Salah satu cara untuk mencegah polio adalah imunisasi. Sejak 15 Januari 2024, Kemenkes menggelar Sub Pekan Imunisasi Nasional Polio (PIN) secara serentak di Jawa Timur, Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Pemberian imunisasi novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) itu menargetkan 8,4 juta anak berusia 0-7 tahun.
Imunisasi pada PIN polio ini tidak memandang status imunisasi sebelumnya. Dalam keadaan normal, pada seorang anak atau orang dewasa, yang penting adalah jenis imunisasi dan berapa kali pemberian. Sebab keberhasilan perlindungan vaksin bergantung pada 2 hal tersebut.
“Sejauh ini, keberhasilan vaksin sangat baik. Tapi sebaik-baik imunisasi, ia hanya ciptaan manusia. Jadi tidak mungkin membuat vaksin dengan perlindungan 100 persen, maksimal hanya 99,9 persen,” jelas Dominicus.
Artikel lain
Bantu Hitung Suara Pemilu, DKPP Ingatkan Kredibilitas Sirekap
Ini Deretan Tantangan Pemilih Difabel dalam Pemilu 2024
Debat Keempat Pilpres 2024 Soal Lingkungan, Agraria hingga Desa