RIENEWS.COM – Sebanyak 68 warga Nahdlatul Ulama (NU) alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan menolak tambang untuk organisasi kemasyarakatan (ormas).
Ke-68 warga NU alumni UGM dengan ragam profesi mulai dari pedagang/pengusaha, akademisi, peneliti, guru/pengajar pesantren, karyawan swasta, jurnalis, aktivis, anggota DPRD hingga pengurus NU, menegaskan PBNU telah mengeluarkan beberapa keputusan terkait tambang dan energi.
Keputusan teranyar, pada Muktamar NU ke-34 di Lampung Tahun 2021, merekomendasikan bahwa pemerintah perlu menghentikan pembangunan PLTU batubara baru mulai 2022 dan penghentian produksi mulai 2022 serta early retirement/phase-out PLTU batubara pada 2040 untuk mempercepat transisi ke energi yang berkeadilan, demokratis, bersih, dan murah.
Muktamar NU ke-33 di Jombang pada 2015 menyerukan moratorium semua izin tambang. Bahtsul Masail yang diselenggarakan LAKPESDAM-PBNU dan LBM-PBNU pada 2017 menghasilkan dorongan bagi pemerintah untuk memprioritaskan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan energi fosil untuk mencegah kerusakan lingkungan.
“Putusan, seruan, dan rekomendasi NU ini seharusnya menjadi pedoman bagi pengurus PBNU sekarang dan ke depan dalam menjalankan roda organisasi,” keterangan siaran pers k- 68 Warga NU Alumni UGM Menolak Tambang untuk Ormas, yang diperoleh redaksi pada Minggu malam, 9 Juni 2024.
Dikatakan, PBNU perlu menyadari dengan penuh empati bahwa dampak kerusakan akibat tambang paling banyak dirasakan oleh petani, peladang, dan nelayan yang kebanyakan adalah warga nahdliyin – kelompok yang seharusnya menjadi tempat/sisi bagi pengurus NU untuk berpihak.
Kegaduhan tambang untuk ormas terjadi pada saat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Di mana Pasal 83A: pemberlakukan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan.
Pasal 195B Ayat (2): Pemerintah dapat memberikan perpanjangan bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak/Perjanjian selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 (sepuluh) tahun.
Ditegaskan, Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 bertentangan dengan Pasal 75 Ayat (2) dan (3) UU Minerba di mana prioritas pemberian IUPK diberikan kepada BUMN dan BUMD.
Warga NU alumni UGM itu menyatakan, dalih bahwa menerima konsesi tambang adalah kebutuhan finansial untuk menghidupi roda organisasi harus dibuang jauh-jauh karena itu justru menunjukkan ketidakmampuan pengurus dalam mengelola potensi NU.
Dengan mempertimbangkan masalah-masalah di atas, kami, warga NU alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan sikap sebagai berikut.
Artikel lain
7 Orang Tewas Tertimbun Longsor di Tambang Emas Kimbahan Solok Selatan
Peneliti UGM Sebut Lahan Sawah di Bantul Rusak Akibat Tambang Batu Bata
Demokrasi Mati di Tangan Jokowi, UII Serukan Pembangkangan Sipil