Koalisi Sipil Gelar Aksi Tuntut Puan Maharani Sahkan RUU PPRT

Jelang HUT RI yang ke-79 Tahun, Koalisi Sipil untuk UU PPRT menggelar aksi ke Gedung DPR RI, mendesak Ketua DPR Puan Maharani mengesahkan RUU PPRT. Foto Istimewa.
Jelang HUT RI yang ke-79 Tahun, Koalisi Sipil untuk UU PPRT menggelar aksi ke Gedung DPR RI, mendesak Ketua DPR Puan Maharani mengesahkan RUU PPRT. Foto Istimewa.

RIENEWS.COM – Menjelang momen memperingati hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-79 tahun, Koalisi Sipil untuk UU PPRT menggelar aksi mrnuntut Ketua DPR RI Puan Maharani mengesahkan RUU PPRT. Aksi digelar Koalisi Sipil untuk UU PPRT di Gedung DPR RI, pada 15 Agustus 2024.

Massa menuntut Ketua DPR RI Puan Maharani mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Koalisi Sipil untuk UU PPRT dalam aksinya turut mendesak Ketua DPR RI berpihak kepada perlindungan HAM perempuan, menuntut seluruh anggota DPR RI mendukung pengesahan RUU PPRT, hentikan perbudakan modern terhadap PRT, berikan kemerdekaan bagi PRT.

Tahun 2004, masyarakat sipil secara bersama-sama mengajukan draft RUU PPRT ke DPR RI. Yuni Sri dari aktivis Sapu Lidi PRT, mengungkapkan, beberapa kali RUU PPRT masuk Prolegnas DPR RI, namun tak pernah sekalipun dibahas para wakil rakyat di Senayan.

Terakhir, kata Yuni, pada 21 Maret 2023 meski sudah ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dan DIM sudah di tangan DPR untuk dibahas di Rapat Paripurna DPR, nyatanya RUU PPRT masih tertahan di tangan Ketua DPR RI, Puan Maharani.

“Mbak Puan, jika memang merupakan perwakilan dari suara perempuan, seharusnya memberikan kejelasan dan kebijakan tentang RUU PPRT ini. Karena RUU PPRT merupakan payung hukum bagi hak PRT, yang 80 persennya adalah perempuan, pencari nafkah utama. Kalau betul mbak Puan mendukung perjuangan perempuan, sudah semestinya tidak mengabaikan RUU PPRT yang sudah 20 tahun diperjuangkan. Apalagi sampai disandera, dibuat susah dan disingkirkan,” ujar Yuni dalam siaran pers Koalisi Sipil untuk UU PPRT.

Koalisi Sipil untuk UU PPRT, Fanda Puspitasari menyesalkan diamnya Ketua DPR RI Puan Maharani, yang membiarkan nasib lebih dari 5 juta pekerja rumah tangga (PRT) terkatung-katung tanpa kejelasan.

“Ini bukti bahwa demokrasi dan Pancasila telah dikorbankan. Ketika keduanya dikorbankan, ruang untuk memperjuangkan nasib rakyat semakin sempit. Pancasila hanya menjadi slogan, dan kemerdekaan hanya menjadi euforia peringatan tanpa refleksi atas penderitaan berjuta-juta rakyat,” kata Fanda.

Kekerasan PRT

Jala PRT mencatat, pada kurun 2018-2023, terjadi 2.641 kasus kekerasan pada PRT, seperti upah tidak dibayar, pemotongan upah, PHK semena-mena hingga ketiadaan jaminan kesehatan.

Artikel lain

Puan Ketok Palu, RUU PPRT Menjadi RUU Inisiatif DPR

RUU PPRT Mengatur PRT yang Direkrut Langsung dan Lewat Penyalur

Hari PRT Internasional, Jala PRT Desak DPR Sahkan RUU PPRT