RIENEWS.COM – Serikat Pekerja Fisipol Universitas Gadjah Mada (SPF UGM) mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mencairkan tunjangan kinerja (Tukin) kepada seluruh dosen ASN Kemdiktisaintek tanpa pengecualian kepada kelompok manapun.
SPF UGM menegaskan, Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 79 dan 80 mengamanatkan pembayaran tunjangan kinerja untuk ASN, termasuk dosen.
Aturan teknis Permendikbud No 49/2020 dan Kepmen 447/P2024. Tapi hak Tukin Dosen ASN tidak kunjung ditunaikan. Pendidikan adalah amanat konstitusi dan kunci kuatnya SDM negeri ini. Dosen ASN pun telah bekerja dengan profesionalisme dan dedikasi tinggi untuk mencerdaskan anak bangsa. Mereka memiliki hak untuk sejahtera.
“Kebijakan Tukin tidak diberikan kepada dosen di ASN Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Hal ini mencerminkan ketidakadilan bagi tenaga pendidik. Saat ini, hanya dosen ASN di satuan kerja (Satker) dan Badan Layanan Umum (BLU) non-remunerasi yang mendapatkan Tukin, sementara dosen PTNBH justru dikecualikan dengan alasan bahwa kampus PTNBH mampu membiayai Tukin dosen,” pernyataan pers SPF UGM yang diterima redaksi pada Rabu, 12 Februari 2025.
.
SPF UGM menyatakan, kebijakan tersebut bermasalah, karena diskriminatif terhadap dosen PTNBH. Dosen PTNBH tetap memiliki kewajiban yang sama dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, namun tidak mendapatkan hak yang setara dengan rekan-rekan mereka di Satker dan BLU. Meskipun Dosen PTNBH menerima IBK (Insentif Berbasis Kinerja), tiap PTNBH tidak memiliki kemampuan finansial yang sama untuk membayar remunerasi dosennya, dan menghasilkan ketimpangan kesejahteraan antar-kampus. Pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin hak kesejahteraan seluruh tenaga pendidik tanpa diskriminasi.
Bersifat memecah belah, adanya kategorisasi dosen remunerasi dan dosen non-remunerasi menjadi menjadi salah satu faktor yang membuat para dosen dan civitas akademika yang terdampak oleh kategorisasi ini sulit untuk berempati satu dengan yang lain, dan karenanya juga semakin sulit untuk bersolidaritas. Upaya-upaya memecah belah ini akan terus kami lawan dengan bentuk memberikan solidaritas kami kepada dosen-dosen non-remunerasi yang tengah menuntut haknya.
Pengalihan tanggung jawab pemerintah, seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan dosen, tetapi justru melepaskan tanggung jawabnya dengan membebankan pembayaran Tukin kepada kampus PTNBH. Akibatnya, kampus harus mencari cara untuk menutupi kebutuhan remunerasi dosen, termasuk kenaikan UKT, dan menghasilkan tingginya biaya kuliah di PTN.
Memperlihatkan ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah. Di satu sisi, pemerintah menuntut peningkatan kualitas pendidikan dan daya saing global, tetapi di sisi lain tidak memberikan dukungan finansial yang adil bagi dosen di PTNBH. Ketimpangan ini semakin memperburuk kondisi akademisi yang terus berjuang di tengah berbagai tantangan struktural.
Artikel lain
Perhatian! Pencurian Kabel Telkom Dapat Menyebabkan Kematian dan Kerugian Bisnis
YLBHI: Kebijakan Efisiensi Prabowo Menganggu Layanan Keadilan
Menteri Nusron Tegaskan Tidak Ada Dokumen HGB dan HGU Terbakar