Atasi Karhutla di Kalbar, BNPB Kerahkan 10 Helikopter Water Bombing

Helikopter Water Bombing BNPB saat beraksi melakukan pemadaman di lokasi Karhutla di Desa Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, Rabu 22 Agustus 2018. [Foto BNPB | Rienews]

RIENEWS.COMKasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Barat kembali terjadi. Dampak dari Karhutla, kabut asap menyelimuti Provinsi Kalbar, berdampak buruk bagi kesehatan warga.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama unsur Satuan Tugas (Satgas) Terpadu, berusaha memadamkan kobaran api.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran persnya, yang diterima rienews.com, Kamis 23 Agustus 2018, menyebutkan kebakaran hutan dan lahan masih melanda di wilayah Kalimantan Barat.

Tim Satgas terpadu terus berjibaku untuk padamkan api kebakaran hutan dan lahan. Satgas darat dari TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Dinas Pemadam Kebarakan, Satpol PP dan relawan terus memadamkan di darat. Satgas udara melakukan pemadaman dari udara.

Baca Berita: Dugaan Penipuan Ratusan Juta Rupiah PKB di Samsat Kabanjahe  

BNPB mengerahkan 10 helikopter yang digunakan untuk patroli dan water bombing. BNPB dan BPPT juga terus melakukan hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca menggunakan pesawat Casa 212-200 TNI AU. Sudah 5 ton bahan semai Natrium Clorida (CaCl) ditaburkan ke dalam awan-awan potensial di angkasa. Dalam beberapa hari turun hujan, meski tidak merata. Namun mengurangi jumlah kebakaran yang ada.

Lahan gambut yang terbakar menyebabkan kendala dalam pemadaman. Selain itu cuaca kering, air mulai terbatas, dan daerah yang terbakar cukup luas menghambat upaya pemadaman.

“Banyaknya titik panas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat ini terkait dengan kebiasaan masyarakat membakar lahan sebelum membuka lahan. Masyarakat di Kabupaten Sanggau, Sambas, Ketapang, Kubu Raya dan lainnya memiliki tradisi “gawai serentak”, yaitu kebiasaan persiapan musim tanam dengan membuka lahan dengan cara membakar. Meskipun pemerintah daerah telah melarang namun ternyata kebiasaan ini masih dipraktekkan di banyak tempat. Tantangan ke depan bagaimana memberikan solusi kepada masyarakat agar dapat menerapkan pertanian tanpa bakar atau insentif tertentu,” ujar Sutopo.