Juli mengingatkan, pemerintah daerah dan masyarakat Aceh pernah punya praktik baik berupa menyambut baik dan menerima pengungsi etnis Rohingya pada 2015. Pengalaman dan praktik baik tersebut harus diperkuat melalui pemberitaan media agar dapat meredam narasi kebencian.
Selain itu, jurnalis harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik Pasal 1, Pasal 3, dan Pasal 8 yang bisa menjadi acuan dalam memberitakan isu pengungsi. Pasal 3 mengatur agar wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 8 mengatur agar Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
“Selain memberitakan tentang fakta yang sudah dicek kebenarannya, media juga harus mampu menyuarakan nilai-nilai dasar kemanusiaan, termasuk keragaman, saling berbagi, dialog, bertukar ide dan pengetahuan, saling toleransi dan saling menghormati, saling bergantung, dan saling terhubung sebagai sesama manusia,” papar Juli Amin.
Saat ini, ada 14 ribu pengungsi dari berbagai negara yang berada di Indonesia yang belum jelas masa depannya. Mereka menjadi korban dan menderita atas berbagai konflik dan kekerasan di negara-negara asalnya, termasuk pengungsi dari Afghanistan dan etnis Rohingya.
Dalam konteks masuknya pengungsi Rohingya ke wilayah Aceh dan isu-isu terkait migrasi, AJI Indonesia dan AJI Banda Aceh mengimbau media untuk melakukan:
Pertama, keseimbangan dan keakuratan informasi dalam menarasikan pengungsi Rohingya. Jurnalis diharapkan untuk melakukan verifikasi informasi secara cermat, memeriksa fakta, dan mencari sudut pandang yang beragam guna menghasilkan laporan yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak pengungsi.
Kedua, menyuarakan kemanusiaan. Peliputan mengenai pengungsi Rohingya seharusnya tidak hanya mencakup aspek politik dan hukum, tetapi juga menyoroti sisi kemanusiaan, termasuk kebutuhan dasar, penderitaan, serta usaha dan solidaritas masyarakat untuk membantu.
Ketiga, menghindari narasi kebencian dan stereotip. Pemberitaan seharusnya menghindari generalisasi yang dapat memicu prasangka negatif dan diskriminasi. Jurnalis diharapkan dapat membahas isu ini dengan penuh empati dan pemahaman mendalam.
Keempat, berhati-hati dalam menggunakan diksi, kata dan kalimat, sehingga tidak menarasikan dengan cara negatif dan berpotensi membuat posisi pengungsi semakin rentan.
Artikel lain
Ledakan di Smelter ITSS Morowali, YLBHI: Hilirisasi Nikel Penuh Masalah
Pemerintah Jamin Ketersediaan LPG Selama Nataru 2024 Aman
Bareskrim Polri Usut Dugaan TPPO Pengungsi Rohingya di Aceh
Kelima, penghargaan terhadap Keanekaragaman Budaya. Media diharapkan menghargai dan merayakan keanekaragaman budaya dan latar belakang masyarakat Rohingya. Hal ini dapat membantu mendorong pemahaman yang lebih baik dan mengurangi prasangka. (Rep-04)