AJI Surabaya Kecam Deportasi Jurnalis Yuli Arista dari Hongkong

Yuli Arista setibanya di Bandara Juanda, Sidoarjo, pada Senin 2 Desember 2019. [Foto AJI Surabaya | Rienews]

Yuli ditangkap pada 23 September 2019. Dia lantas banding dan pada 4 November, pengadilan pun menyatakan Yuli tidak bersalah karena minimnya bukti yang diajukan kepolisian. Namun pihak berwenang di Hongkong mencari celah agar bisa menghentikan aktivitas Yuli. Yuli pun dituduh melewati masa izin tinggal.

Menurut Yuli, masalah izin tinggal sebenarnya bersifat adiminstratif dan bisa diselesaikan dengan pengajuan izin. Apalagi, majikannya juga melakukan pembelaan. Namun, pihak berwenang malah menjebloskannya ke tahanan.

“Saya diperlakukan seperti kriminal. Mereka melanggar aturan yang mereka buat sendiri,” ujar Yuli.

Yuli mengaku diperlakukan tidak manusiawi. Tahanan imigrasi, menurutnya, lebih buruk dari tahanan atau penjara kriminal.

“Pertama, case saya bukan sebuah case yg biasa. Saya ditahan dengan alasan yang sebenarnya tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di Hongkong. Kedua, dalam penahanan saya ada banyak kejanggalan dan saya jga menemuka teman-teman saya sesama, kami bukan kriminal tetapi diperlakukan lebih dari orang-orang yang ada dipenjara,” imbuhnya.

AJI Surabaya ikut menjemput Yuli saat tiba di Bandara Internasional Juanda di Sidoarjo, pada 2 Desember 2019.

Sebelumnya, polisi Hongkong juga menembak mata jurnalis Indonesia, Veby Mega Indah, pada 29 September 2019. Veby dilaporkan buta setelah terkena peluru karet dari polisi Hongkong. Veby ditembak saat meliput demonstrasi yang mengguncang sejak Juni. (Red)