Imran menambahkan, perbaikan sistem pelaporan data dilakukan dengan pembentukan sistem pelaporan khusus untuk TBC, yaitu Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang dapat diakses oleh seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Perbaikan juga dilakukan melalui penerapan program Public Private Mix (PPM) untuk meningkatkan pelibatan fasyankes, baik pemerintah maupun swasta dalam penanggulangan TBC.
Dengan langkah intervensi tersebut, Imran menjelaskan, fasyankes dapat segera melaporkan terduga TBC yang ditemukan melalui SITB. Kemudahan pelaporan itu mengakibatkan data penemuan kasus TBC meningkat. Peningkatan kasus juga berarti ada lebih banyak orang dengan TBC dapat dideteksi dan diobati.
“Kenaikan insiden TBC di Indonesia pada tahun 2020 dan 2021 sekitar 14,9 persen per tahun, sementara di tahun 2021 dan 2022, peningkatan insiden mencapai 42,3 persen per tahun,” ujar Imran.
Ia menambahkan insiden TBC meningkat pada 2023, tetapi diperkirakan akan menurun pada 2024.
“Jika penemuan kasus dan pengobatan TBC terus dilakukan terhadap saudara-saudara kita yang sakit TBC, maka jumlah kasus TBC di Indonesia dapat berkurang jumlahnya mendatang,” lanjut Imran.
Upaya pencegahan adalah disiplin melaksanakan pola hidup bersih dan sehat, menghindari kontak dengan orang yang menderita TBC, dan menjaga kekebalan tubuh dengan pola makan seimbang dan olahraga. Apabla berisiko tinggi, masyarakat diminta mempertimbangkan vaksinasi BCG dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Artikel lain
Presiden Menentang Pernyataan Israel Soal Tidak Ada Negara Palestina
DKJN Pecahkan Rekor Transaksi Lelang Tembus Rp44,34 Triliun
KKP Siapkan Regulasi Budidaya Lobster
“TBC tetap menjadi tantangan global dalam dunia kesehatan. Dengan meningkatkan kesadaran, akses ke perawatan, dan langkah-langkah pencegahan, kita dapat bersama-sama mengatasi penyebaran penyakit ini dan melindungi kesehatan masyarakat,” ucap Imran. (Rep-04)
Sumber: Kemenkes