Demonstrasi Tolak Revisi UU TNI Diwarnai Teror, Kekerasan dan Intimidasi Terhadap Aktivis

Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi di DPRD DIY dengan tuntutan Tolak Revisi UU TNI, pada Kamis, 20 Maret 2025.
Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi di DPRD DIY dengan tuntutan Tolak Revisi UU TNI, pada Kamis, 20 Maret 2025.

RIENEWS.COM – Amnesty International Indonesia menegaskan demonstrasi menolak pengesahan revisi UU TNI diwarnai teror, kekerasan, dan intimidasi terhadap aktivis, mahasiswa di Jakarta dan sejumlah kota lainnya di Indonesia.

“Teror, intimidasi, dan kekerasan terhadap aktivis, jurnalis, dan mahasiswa adalah cara yang melanggar hak asasi manusia, bahkan menunjukkan penguatan praktik-praktik otoriter terhadap suara-suara kritis di ruang sipil,” ungkap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya di Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Manado, polisi memakai kekuatan berlebihan seperti penggunaan pentungan, gas air mata, meriam air serta intimidasi dan kekerasan fisik yang tidak perlu ketika menghadapi aksi protes atas pengesahan RUU TNI.

Melihat apa yang terjadi di hari pertama ini, kata Usman, maka bukan hanya posisi-posisi sipil akan banyak ditempati oleh militer aktif dengan revisi UU TNI tersebut, tetapi juga ruang sipil akan berpotensi diwarnai dengan cara-cara militeristik yang tidak mengindahkan kaidah hukum sipil. Ini awal yang kurang baik.

“Selama ini kehawatiran masyarakat terhadap dominasi militer di ruang sipil bukan isapan jempol belaka. Jelang pengesahan RUU TNI yang memberi jabatan-jabatan sipil bagi anggota militer aktif, mereka yang bersuara kritis mengalami tekanan luar biasa,” kata Usman dalam siaran pers pada Jumat, 21 Maret 2025.

Dikatakannya, lebih dari sekadar kekerasan fisik terhadap demonstran, tindakan aparat juga melukai warga sipil yang kebetulan melintas di sekitar lokasi aksi, seperti yang terjadi di Jakarta.

“Sejumlah peserta aksi ditangkap tanpa dasar yang jelas. Tidak sedikit yang menjadi korban luka akibat penggunaan kekuatan berlebihan aparat saat aksi damai Kamis (20 Maret 2025). Ini belum termasuk perlakuan terhadap beberapa aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil yang menginterupsi pertemuan Panja RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta,” ungkapnya.

Rentetan kejadian ini menandai momen gelap dalam politik Indonesia yang menurut indeks demokrasi V-Dem tengah memasuki otokrasi elektoral. Kebebasan berekspresi yang jelas merupakan hak konstitusional warga negara, justru dihadapi dengan kekuatan berlebihan dan tindakan represif aparat.

Latar belakang 

Amnesty Internasional Indonesia mengungkapkan, demonstrasi mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil menentang pengesahan revisi UU TNI pada Kamis, 20 Maret 2025, berlangsung serentak di beberapa kota, di antaranya Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Manado, dan kota lainnya.

Namun, aksi protes damai itu ada yang berakhir ricuh setelah polisi mengerahkan kekuatan berlebihan di beberapa kota.

Artikel lain

Respon YLBHI Atas Pengesahan RUU TNI: Kudeta Terhadap Kedaulatan Rakyat

Ditolak Masyarakat Sipil, Dijaga Militer DPR Sahkan UU TNI

Aliansi Jogja Memanggil Gelar Aksi Tolak Revisi UU TNI di DPRD DIY