Diskusi Buku KBB, Relokasi Bukan Contoh Baik Solusi Konflik

Diskusi buku "Diskusi Buku Mengelola Konflik, Memajukan Kebebasan Beragama" di Sekolah Pascasarjana UGM, 10 Januari 2024. Foto Rienews.com.
Diskusi buku "Diskusi Buku Mengelola Konflik, Memajukan Kebebasan Beragama" di Sekolah Pascasarjana UGM, 10 Januari 2024. Foto Rienews.com.

RIENEWS.COM – Selama 20 tahun terakhir, aturan soal Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia semakin menguat dengan dimasukkannya istilah KBB dalam amandemen konstitusi UUD 1945 pada tahun 2000. Realitanya masih banyak kasus pelanggaran KBB belum mengedepankan praktik mediasi dan pemenuhan hak dari pihak yang terlanggar.

Berdasarkan data, ada kasus penyerangan jemaat Ahmadiyah, kasus Parung dan kasus Lia Eden pada tahun 2005. Pada tahun 2006 muncul kasus pendirian rumah ibadah jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor. Disusul insiden Monas tahun 2008 dan konflik Syiah di Sampang Madura tahun 2012 serta pelarangan HTI tahun 2017.

“Dari berbagai kasus konflik beragama tersebut, kasus GKI Yasmin membutuhkan waktu proses penyelesaian yang lama hingga 15 tahun,” kata pengelola Program Studi Agama dan Lintas Budaya SPs UGM, Zainal Abidin Bagir dalam Diskusi Buku berjudul “Mengelola Konflik, Memajukan Kebebasan Beragama”, Rabu, 10 Januari 2024 di ruang Auditorium Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM.

Penyelesaian GKI Yasmin bisa dituntaskan saat Walikota Bogor, Bima Arya pada tahun 2023 melakukan proses relokasi atau pemindahan lokasi pembangunan gereja yang berjarak satu kilometer dari lokasi awal.

“Relokasi bukanlah contoh baik dalam pengambilan keputusan penyelesaian konflik KBB. Model penyelesaiaan ini jangan sampai terulang kembali. Resolusi konflik harus diselesaikan dalam rangka membangun relasi antar kelompok,” ujar Zainal.

Berlarutnya kasus tersebut, menurut Zainal disebabkan karena tidak terbangunnya proses mediasi dan relasi antar kelompok. Sebaliknya antar kelompok saling menggugat secara legal formal ke pengadilan sehingga tidak pernah mencapai titik temu.

“Jika sejak awal dilakukan upaya sungguh-sungguh mendekati semua pihak, maka tidak akan tertunda hingga 15 tahun. Seharusnya diselesaikan lebih awal dengan mediasi dan negosiasi, resolusi untuk memenuhi hak semua kelompok agar tidak memilih saling gugat dan sebagainya,” papar Zainal.

Artikel lain

Menparekraf Klaim Fasilitas Parekraf di IKN Dapat Dukungan Investor

Tanggapan Koalisi Sipil atas Putusan Bebas Fatia-Haris dan Langkah Kasasi JPU

Usai Debat Ketiga, Jokowi Serukan Keamanan Digital dan Kenaikan Gaji TNI