“Di samping itu, kami memandang putusan hakim ini harus dijadikan salah satu yurisprudensi atau setidaknya referensi dasar bagi penanganan perkara-perkara defamasi. Aparat penegak hukum, dari level kepolisian sampai kehakiman tak boleh serampangan dalam memproses laporan-laporan pencemaran nama. Kami mengapresiasi tinggi kepada majelis hakim pemeriksa perkaranya Lamoh, yang telah ikut memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia (kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat: ekspresi). Sikap hakim Pengadilan Negeri Bantul yang sedemikian rupa berikut putusannnya, mustinya diteladani oleh aparat penegak hukum lain, termasuk pemerintah.
Sudah banyak orang yang beropini justru dibui, telah banyak pula mereka yang berkata-kata malah dipenjara. Sudah barang tentu kondisi ini tak sejalan dengan semangat penghormatan terhadap hak asasi manusia. Apalagi norma pasal defamasi ini juga bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan lain, bahkan yang tingkatnya lebih tinggi. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 28E ayat 2 tegas dinyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Ayat 3 pasal yang sama kembali menegaskan, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Menyimak bunyi pasal 28E ayat 2 dan 3 tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa kebebasan untuk berpendapat merupakan hak konstitusional warga negara yang tak dapat dibelenggu.”
Dikatakan Yogi, Indonesia pun telah meratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Politik dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005. Pasal 19 ayat 1 menyatakan, setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa diganggu. Kemudian pada ayat 2 kembali ditekankan, setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikan medianya baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk seni atau melalui media lainnya sesuai dengan pilihannya.
Kebebasan berpendapat terdapat pula dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 23 ayat 2 secara garis besar mengakomodasi hak setiap orang untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik.
“Berangkat dari hal tersebut, sekali lagi kami mengapresiasi putusan hakim Pengadilan Negeri Bantul kepada Ecky Lamoh dan kami meminta kepada negara untuk segera menghapuskan pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal-pasal karet lain (seperti pasal 310 KUHP) lantaran keberadaannya telah menciderai kebebasan berekspresi dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia,” kata Yogi, juga Direktur LBH Yogyakarta. (Rep-04 | Rel)