RIENEWS.COM – Forum Cik Ditiro menggelar diskusi Mimbar Demokrasi bertajuk “Kajian Hukum Politik Dinasti dan Cawe-Cawe Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024” di Kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada Senin, 5 Februari 2024.
Diskusi tersebut digelar karena kondisi demokrasi dan politik Indonesia yang makin mengkhawatirkan. Menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Jokowi terjadi kelumpuhan sistem demokrasi. Jokowi secara terbuka melakukan cawe-cawe dalam kontestasi politik yang diikuti oleh anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Jokowi bahkan membuat pernyataan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye untuk salah satu pasangan Capres 2024.
Forum Cik Ditiro perihatin dengan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama pemerintahan Jokowi. Hak masyarakat akan tanahnya dirampas, pejuang HAM dikriminalisasi, kebebasan berekspresi dibelenggu, pemberantasan korupsi dikebiri, dan sistem demokrasi dirusak dengan mengobrak-abrik Mahkamah Konstitusi.
Saat ini terjadi musim gugur demokrasi dengan menguatnya oligarki, maraknya korupsi dan nepotisme, serta praktik politik dinasti yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi.
Diskusi Mimbar Demokrasi menghadirkan sejumlah pembicara, yaitu Pakar Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar, Dosen Fakultas Hukum UGM Yance Arizona, Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Rahmat Muhajir, Pakar hukum tata negara STIH Jentera Jakarta Bivitri Susanti, Ketua BEM UGM Gielbran Muhammad Noor dan Ketua LEM UII Muhammad Reyhan. Diskusi juga turut dihadiri oleh Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Rektor UII Fathul Wahid dan mantan penasihat KPK Budi Santoso.
Yance Arizona memaparkan tiga indikator yang mengindikasikan matinya demokrasi di Indonesia saat ini. Pertama, pemerintah bersikap otoriter dengan mengontrol lembaga pengawas.
“KPK dikendalikan, sudah berubah dari yang dahulu kita kenal. Hakim MK tiba-tiba diganti di tengah jalan. Ketua MK jadi adik ipar Presiden Jokowi. Hal seperti itu tidak pernah kita bayangkan,” kata Yance.
Kedua, pejabat negara sering menggunakan pasal karet di UU ITE untuk membungkam kritik dan oposisi. Ketiga, peraturan dalam UU Pemilu diubah di tengah jalan hanya untuk mengakomodir anak Presiden maju sebagai cawapres.
“Itu adalah skandal dalam putusan MK,” kata Yance.
Zainal Arifin Mochtar turut menyoroti pernyataan Jokowi tentang presiden yang boleh memihak dan berkampanye untuk salah satu pasangan capres. Menurut dia, Jokowi salah dalam menerjemahkan Pasal 299 UU Pemilu tentang keikutsertaan pejabat negara dalam kontestasi pemilu.
“Pasal 299 itu untuk pelaksana, jika Presiden maju lagi sebagai capres. Pasal itu untuk incumbent,” kata Zainal.
Menurut dia, cawe-cawe Jokowi dalam Pilpres 2024 melengkapi sikapnya yang tidak demokratis, malakukan kebohongan publik, dan melanggengkan politik dinasti.
“Saya harus mengakui bahwa Jokowi jadi seperti ini, separuhnya disumbangkan oleh kita. Karena kita gagal membangun kekuatan sipil untuk mengontrol Jokowi. Begitu oposisi mati, keinginan untuk terus berkuasa itu muncul,” kata dia.
Artikel lain
Pernyataan Penutup Capres dari Ajak Perubahan, Minta Maaf, dan Indonesia Lebih Baik
Ketua KPU Minta Presiden Terpilih Jangan Sia-siakan Amanat Rakyat
Periksa Klaim Paslon Debat Terakhir, Koalisi Gelar Cek Fakta Langsung