RIENEWS.COM – Akuisisi Twitter oleh Elon Musk terus menuai polemik. Belum lama, Twitter mengumumkan, pihaknya akan menyetop layanan gratis API (Application Programming Interface) per 9 Februari 2022. Informasi tersebut langsung diumumkan melalui cuitan akun @TwitterDev. Akibatnya, banyak akun menfess atau fanbase bisa terancam punah.
Menurut Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Febby Risti Widjayanto, penyetopan akses API gratis justru bertentangan dengan rencana awal Elon Musk yang ingin menjadikan Twitter sebagai alun-alun kota digital (digital town hall).
Artinya, semua orang tidak bisa dengan mudah memanfaatkan layanan Twitter untuk menyampaikan aspirasi, opini, atau pendapat karena ada batasan yang ditimbulkan dari ketentuan pembayaran layanan API Twitter.
“Ini menimbulkan pertanyaan, bahwa misi untuk mendukung demokrasi tampaknya menjadi superfisial,” kata Febby.
Bukan Semata Berbagi Informasi secara Anonim
Menfess ataupun fanbase, lanjut Febby, tidak semata hadir karena keinginan untuk berbagi informasi secara anonim. Maupun mengekspresikan minat terhadap sesuatu di dunia maya guna menambah jaringan atau jumlah audiens yang memiliki ketertarikan yang sama.
Artikel lain
Komisi III DPR Minta Polri Uber Buronan Tipikor: Jangan Pulang dengan Tangan Kosong
DPR Nilai BRIN Lembaga Riset Superbody, BRIN: Justru Jadi Contoh Negara Lain
KUR BSI di Aceh Rp3 Triliun, Presiden Jokowi: Gede Banget Jatahnya
Ekosistem digital yang diwarnai akun menfess dan fanbase juga dapat menjadi sarana berdemokrasi yang bisa dimanfaatkan para peneliti, jurnalis, organisasi sipil masyarakat, dan kelompok lain untuk memperjuangkan kepentingan umum.
Misalnya, menggunakan Twitter untuk membagikan atau menginisiasi sebuah gerakan penting tentang membangun kesadaran terhadap kesehatan mental secara luas melalui akun-akun komunitas. Contoh lainnya, Twitter dimanfaatkan untuk melaporkan kasus kekerasan yang ditujukan untuk meningkatkan kewaspadaan bagi kelompok-kelompok rentan.