“Hingga Minggu (17 Maret 2019) pukul 08.30 WIB, tercatat dampak banjir bandang sebanyak 42 orang meninggal dunia, dan 21 orang luka-luka,” kata Sutopo.
Dampak kerusakan meliputi, 9 rumah rusak di BTN Doyo Baru, 1 mobil rusak (hanyut), jembatan Doyo dan Kali Ular mengalami kerusakan, sekitar 150 rumah terendam di BTN Bintang Timur Sentani, satu pesawat jenis Twin Otter milik maskapa Cendrawasih Air di Lapangan Terbang Adventis Doyo Sentani.
“Dampak kerusakan masih akan bertambah karena pendataan masih dilakukan,” tegas Sutopo.
Menurut Sutopo, melihat dampak banjir bandang dan landaan banjir bandang yang terjadi di Kecamatan Sentani, kemungkinan disebabkan adanya longsor di bagian hulu yang kemudian menerjang di bagian hilir.
“Karakteristik banjir bandang yang sering terjadi di Indonesia diawali adanya longsor di bagian hulu kemudian membendung sungai sehingga terjadi badan air atau bendungan alami. Karena volume air terus bertambah kemudian badan air atau bendung alami ini jebol dan menerjang di bagian bawah dengan membawa material-material kayu gelondongan, pohon, batu, lumpur dan lainnya dengan kecepatan aliran yang besar. Ini ditambah dengan curah hujan berintensitas tinggi dalam waktu cukup lama. Pada Tahun 2007, kejadian banjir bandang juga pernah terjadi di Distrik Sentani,” imbuh Sutopo.
Tim SAR gabungan dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, SKPD, PMI dan relawan melakukan penanganan darurat. Evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban masih dilakukan di daerah terdampak. Posko didirikan untuk memudahkan koordinasi. Sebagian bantuan disalurkan kepada masyarakat terdampak. (Rep-02)