RIENEWS.COM – Organisasi masyarakat sipil (NGO) Jogja, akademisi, aktivis dan mahasiswa di Yogyakarta yang tergabung dalam Forum Cik Di Tiro dan Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad) menggelar aksi mendesak PP Muhammadiyah agar menolak tawaran mengelola bisnis tambang di Indonesia.
Aksi digelar di Kampus Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta pada Sabtu pagi, 27 Juli 2024. Di lokasi yang sama, PP Muhammadiyah sedang menggelar Konsilidasi Nasional, pada 27-28 Juli 2024. Acara itu juga disebut sebagai forum untuk memutuskan apakah PP Muhammadiyah akan menerima atau menolak pengelolaan bisnis tambang di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Peraturan tersebut memberikan izin kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang.
Jaringan NGO Jogja menegaskan bahwa ormas keagamaan tidak boleh terlibat dalam bisnis tambang. Pemberian izin bisnis tambang oleh pemerintah akan menjerumuskan ormas keagamaan ke dalam lumpur dosa ekologis karena praktik bisnis tambang saat ini dilakukan dengan ugal-ugalan dan tidak berkelanjutan.
Jaringan masyarakat sipil di Yogyakarta menilai bahwa para bos tambang adalah pihak yang paling meraup untung dari bisnis tambang di Indonesia. Alih-alih berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, aktivitas pertambangan justru sering merusak lingkungan dan menimbulkan konflik sosial.
Sana Ullaili dari SP Kinasih mengatakan, banyak dari korban pertambangan adalah anggota atau simpatisan ormas keagamaan. Mereka inilah yang seharusnya dipikirkan dan dilindungi hak-haknya.
“Memang, jikapun ditolak ormas keagamaan, wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kemungkinan tetap akan dioperasikan oleh pebisnis tambang yang bisa jadi lebih merusak. Atas dilema ini, seharusnya ormas sangat mudah mengambil sikap, yakni bersama masyarakat menolak dan mengharamkan segala bentuk perusakan,” kata Sana Ullaili.
Selain merusak lingkungan, bisnis pertambangan juga sangat erat dengan korupsi dan mafia. Berbagai lembaga internasional menempatkan bisnis tambang batubara sebagai bisnis paling berisiko penyuapan. Bisnis ini bertumpu pada izin yang diberikan oleh elit penguasa. Izin diperoleh dengan membayar suap, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sana Ullaili mengatakan penguasa berusaha untuk meraih dukungan dengan memberikan konsesi tambang ke ormas keagamaan. Jika ini dibiarkan, ormas keagamaan akan kehilangan legitimasi untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Demikian juga kontrol ormas terhadap praktik bisnis hitam, menjadi tidak punya landasan etis.
“Ormas menjadi sumber legitimasi model bisnis yang merusak karena justru ormas sendiri akan menjalankan bisnis serupa. Dengan situasi penegakan hukum yang sangat lemah seperti saat ini, tidak mungkin praktik bisnis tambang di Indonesia dijalankan tanpa merusak. Bahkan, sebaik apa pun bisnis tambang dilakukan, hasil tambang batubara merupakan energi kotor yang merusak lingkungan,” kata dia.
Inisiator Forum Cik Di Tiro, Masduki mengatakan, mereka juga telah mengirimkan surat kepada PP Muhammadiyah agar menolak pengelolaan tambang.
Artikel lain
Pameran Arsip Moesoem Pers Jogjakarta: Bicara Revolusi Kemerdekaan hingga Pasca-Reformasi di UII
LPSK Beri Perlindungan Terhadap 3 Saksi dan Keluarga Sempurna Pasaribu
Animo Tinggi 10 Ribu Tiket Digiland Run Telkom Habis Terjual