RIENEWS.COM – Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Iswandi Imran mengemukakan faktor kerusakan bangunan tertentu dipengaruhi acuan terhadap building code yang mengacu pada SNI 2002 atau sebelumnya. Seismic detailing yang terpasang kemungkinan besar tidak memadai untuk zona gempa tinggi.
Seismic detailing biasanya diperhatikan dalam struktur bangunan, khususnya pada bagian balok dan kolom untuk mempertahankan kekuatan apabila terjadi guncangan.
Hal tersebut disampaikan Iswandi Imran dalam pembelajaran gempa Sulawesi Barat (Sulbar) yang dimoderatori Plt. Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Abdul Muhari, Senin 1 Februari 2021.
Webminar yang digelar tim intelejen penanggulangan bencana dengan moderator Plt. Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Abdul Muhari, menghadirkan narasumber dari berbagai Lembaga, seperti Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, BNPB, PVMBG, Lapan, BPBD Provinsi Sulbar, ITB dan U-Inspire Indonesia.
Baca Berita Gempa Sulawesi Barat Di Sini
Fenomena gempa bumi yang terjadi di wilayah Sulawesi Barat merupakan kejadian berulang. Menghadapi potensi bahaya gempa, kekuatan bangunan sangat penting untuk dievaluasi dan diperkuat sehingga aman bagi para penghuni yang memanfaatkan bangunan yang masih berdiri pascagempa M6,2.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki catatan gempa bumi berulang dengan periode waktu berbeda, bahkan tercatat dua kali tsunami terjadi yang dipicu oleh fenomena gempa. Koordinator Gempa bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan bahwa Sulawesi memiliki lebih dari 45 segmen sesar aktif. Menurutnya, para ahli kebumian telah mempelajari karakteristik wilayah Sulawesi.
“Terjadinya gempa merusak di Majene bukan hal aneh. Secara tektonik, wilayah pesisir dan lepas pantai Sulawesi Barat terletak di zona jalur lipatan dan sesar atau fold and thrust belt,” ujar Daryono.
Baca Juga:
Cory Sriwaty Sebayang Pimpin Pordasi Sumut 2021-2025
Perkaya Pilihan Unggulan, Tiket.com Perkenalkan Tiket TO DO
Secara khusus, wilayah Majene dan Mamuju pernah terdampak gempa secara berulang dengan periode waktu berbeda. Daryono mengatakan bahwa fenomena gempa di wilayah itu tercatat sejak 1967. Historis gempa merusak dan pernah terjadi tsunami, antara lain gempa Majene M6,3 pada 1967, kemudian 23 Februari 1969 dengan M6,9. Dua kejadian ini memicu terjadinya tsunami. Total lebih dari 100 warga meninggal dunia pada dua peristiwa tersebut.
Selanjutnya gempa Mamuju M5,8 pada 6 September 1972, gempa Mamuju M6,7 pada 8 Januari 1984, dan kejadian sebelum kejadian kemarin yaitu pada 7 November 2020, Rangkaian gempa ini bersifat merusak.