Patgulipat Korupsi Tata Kelola Minyak di Subholding Pertamina, Negara Rugi Rp193 Triliun

Tersangka korupsi tata kelola minyak mentah di subholding Pertamina. Foto kejaksaan.go.id.
Tersangka korupsi tata kelola minyak mentah di subholding Pertamina. Foto kejaksaan.go.id.

Untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional mengimpor minyak mentah, dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

Harga pembelian impor tersebut, berdasarkan penyidikan Jampidsus, bila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi.

Jampidsus mengungkapkan, dari kegiatan pengadaan impor minyak mentah PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga, ditemukan fakta pemufakatan jahat pengaturan tender, antara keempat tersangka dari subholding Pertamina dengan ketiga tesangka rekanan.

Tender telah kondisikan pemenangannya dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot). Patgulipat ini dilakukan tersangka RS bersama tersangka SDS dan tersangka AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang.

Penyidik mengungkap adanya komunikasi Agus Purwono dengan tersangka Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim), dan Gading Ramadan Joede (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak) untuk impor minyak mentah.

Sementara pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk RON (Research Octane Number) 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di storage (Depo) untuk dijadikan RON92.

Patgulipat korupsi lainnya ditemukan penyidik Jampidsus Kejagung, berupa mark up kontrak shipping (pengiriman) oleh tersangka Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping) dengan Muhammad Keery Andrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), mengeluarkan fee 13 persen hingga 15 persen, tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

Impor minyak untuk kebutuhan dalam negeri, menurut Kejagung, dilakukan secara melawan hukum. Hal ini menyebabkan komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN.

Artikel lain

Koptu HB Akhirnya Hadir di Sidang Pembunuhan Wartawan Sempurna Pasaribu

Persamuhan Presiden Prabowo dan Pemred Media Setelah Demo ‘Indonesia Gelap’

Usman Hamid: Seni Salah Satu Ruang Publik Menjadi Target Represi

Kejagung menjelaskan, produk minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang, dan dapat diolah (dihilangkan) kadar merkuri atau sulfurnya. (Rep-02)

Sumber: Kejaksaan Agung