Kerahasiaan Transaksi
Sementara terkait pemberitaan yang mengutip “Refleksi Kerja PPATK Tahun 2023” pada tanggal 10 Januari 2024, Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah menyampaikan penjelasan melalui siaran tertulis tertanggal 13 Januari 2024.
“Acara refleksi tersebut merupakan tanggung jawab PPATK sebagai badan publik untuk memenuhi UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Refleksi tersebut rutin dilakukan setiap tahun,” kata Natsir.
Salah satu bahasan dalam refleksi itu, bahwa PPATK menyampaikan upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pembiayaan Terorisme yang terkait dengan momentum tahun politik di Indonesia yang telah memasuki suasana Pemilu sejak 2023 hingga 2024.
Upaya tersebut dilakukan untuk mendukung KPU dan Bawaslu dalam menjalankan amanah UU Pemilu, juga MoU antara PPATK dan KPU serta Bawaslu.
Terkait transaksi yang ditemukan, indikatornya adalah nama pihak serta profil transaksinya yang cenderung meningkat signifikan dalam waktu sempit di luar kebiasaan (profil) yang bersangkutan.
“Kami tetap mendukung asas praduga tidak bersalah. Jadi PPATK menyerahkan kepada Bawaslu untuk menangani informasi yang kami sampaikan, mengingat pelaku transaksi adalah pihak yang disampaikan KPU kepada PPATK,” jelas Natsir.
Pengumuman yang disampaikan PPATK bersifat agregat, umum dan hanya indikasi sesuai dengan statistik berdasarkan data pelaporan yang diterima dari Pihak Pelapor. Tidak ada nama-nama spesifik karena dilindungi UU, terkait dengan prinsip-prinsip kerahasiaan transaksi.
“Transaksi yang disampaikan kepada aparat penegak hukum (APH) terkait berbagai macam dugaan tindak pidana itu adalah mengenai kasus di mana dalam hasil analisis patut diduga keterlibatan pihak-pihak dalam tindak pidana tertentu. Jadi berdasarkan hasil analisis dapat diduga terdapat hasil tindak pidana yang digunakan pihak-pihak, baik langsung ataupun tidak langsung terkait kontestasi pemilu,” papar Natsir.
Sedangkan informasi yang disampaikan kepada Bawaslu terkait dugaan pelanggaran atau pidana Pemilu. Semuanya tetap dengan koridor praduga tidak bersalah.
“Jadi kami hanya sampaikan sebatas statistiknya saja dan tidak dapat membuka nama ataupun detail pihak-pihak terkait,” kata Natsir.
Penekanan penyampaian PPATK adalah terkait dengan statistik transaksi dan diseminasi data dalam kerangka pelaksanaan kewajiban PPATK berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2010. Dalam refleksi tersebut, PPATK juga tidak pernah menyampaikan indikasi tindak pidana atas transaksi-transaksi yang tertuang dalam statistik PPATK.
Artikel lain
UGM Sediakan TPS Mahasiswa dan Buka Pendaftaran Pengawas Pemilu 2024
Sandiaga, Gaya Hidup Berkelanjutan Jadi Tren Parekraf Masa Depan
Diskusi Buku KBB, Relokasi Bukan Contoh Baik Solusi Konflik
“Statistik PPATK tidak dapat ditafsirkan sebagai telah terjadi tindak pidana, kecuali telah diputuskan oleh pihak berwenang, seperti KPU, Bawaslu, atau APH,” imbuh Natsir. (Rep-04)