Sahid Hadi mengungkapkan, peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki orientasi hak asasi manusia yang sangat lemah.
“Dari segi performa hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memperlakukan hak asasi manusia sebagai elemen minoritas. Tentu saja, ini bukan merupakan langkah yang baik untuk masa depan hak asasi manusia di Indonesia,” kata Sahid.
Heronimus Heron menambahkan, pengakuan hak-hak masyarakat adat dalam undang-undang penetapan provinsi, kabupaten, dan kota tidak berbasis pada kepemilikan hak masyarakat adat.
“Penggunaan frasa Melindungi Segenap Bangsa Indonesia dan Tumpah Darah Indonesia dan Memajukan Kesejahteraan Umum, hanyalah sebuah klise,” imbuh Heronimus.
Vania Lutfi Safira Erlangga menyebutkan, terdapat pernyataan eksplisit tentang pembangunan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam undang-undang tentang penetapan kabupaten dan kota. Namun, penggunaan istilah keberlanjutan seringkali digunakan oleh pemerintah untuk menguntungkan kepentingan sesaat yang seringkali mengorbankan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan masa sekarang dan keberlanjutan lingkungan hidup di masa depan.
Menurut Sahid, peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran juga memungkinkan terjadinya eksklusi bidang hak asasi manusia dari bidang-bidang lain seperti investasi dan bisnis, perdagangan, kehutanan, dan lain-lain.
“Padahal, hak asasi manusia seharusnya menjadi jiwa dan pemandu di segala bidang dalam urusan pemerintahan, termasuk pemerintahan Prabowo-Gibran,” ujarnya.
Artikel lain
KKJ Aceh Desak Proses Hukum Keuchik Penganiaya Jurnalis di Pidie Jaya
Buronan KPK Korupsi e-KTP Paulus Tannos Ditangkap di Singapura
Menteri Nusron Batalkan Sertipikat di Wilayah Pagar Laut Desa Kohod
Sahid Hadi menegaskan, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu memperbaiki cara memperlakukan hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan yang dihasilkan, yaitu dengan menginkorporasikan hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia secara formal dan eksplisit di setiap unsur peraturan perundang-undangan. (Rep-02)