RIENEWS.COM – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengeluarkan pernyataan sikap pasca Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan putusan atas gugatan uji formil Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang diajukan gabungan serikat buruh.
Dalam sidang pleno MK pada Senin, 2 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi menolak lima permohonan uji formil UU Cipta Kerja, yakni Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 46/PUU-XXI/2023, serta Perkara Nomor 50/PUU-XXI/2023. Putusan untuk lima perkara tersebut dibacakan pada Senin (2/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
MK dalam putusannya menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku.
Menurut YLBHI, dari sembilan hakim MK, empat hakim MK yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion).
“Nyatanya, keberpihakan empat hakim MK terhadap UUD 1945 dan rakyat tersebut tak cukup kuat untuk membendung siasat licik para oligarki,” sebut YLBHI dalam siaran pers pada Selasa, 3 Oktober 2023.
Sedangkan lima hakim MK Anwar Usman, Arif Hidayat, Daniel Yusmic, Manahan MP Sitompul, dan hakim Guntur Hamzah (menggantikan hakim MK Aswanto yang direcall DPR), menolak putusan inkonstitusional bersyarat Undang-Undang Cipta Kerja
YLBHI menyoroti MK menilai dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum, dan membenarkan alasan kegentingan yang memaksa dalam pembentukan Perppu yang akhirnya menjadi undang-undang dengan pertimbangan bahwa terdapat krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi perang Rusia-Ukrania dan krisis ekonomi akibat adanya Covid-19.
Padahal, menurut YLBHI, dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja , rakyatlah yang justru terdampak.
“UU Cipta Kerja telah terbukti menjadi instrumen hukum yang ampuh untuk melegitimasi praktik-praktik bisnis yang merusak lingkungan. Di saat yang bersamaan dengan adanya UU Cipta Kerja, kekayaan para oligarki politik dan bisnis meningkat drastis,” keterangan YLBHI.
MK juga dinilai mengabaikan gugatan mengenai fakta diabaikannya prinsip partisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang atas alasan terminologi tersebut hanya berlaku pada pembentukan undang-undang bukan Perppu yang notabene membutuhkan waktu cepat.
Menurut YLBHI, pengabaian ini praktik tidak demokratis, seharusnya selalu dijunjung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Artikel lain
Usai Reses, DPR Tetapkan Perppu Cipta Kerja Jadi UU dan Bahas RUU Omnibus Law Kesehatan
Protes Rakyat Indonesia: Perppu Cipta Kerja Jadi UU adalah Persekongkolan Jahat Oligarki