RIP Demokrasi, Forum Cik Di Tiro Tabur Bunga di Depan Istana Presiden

Tabur bunga di depan Istana Presiden oleh Forum Ck Di Tiro,15 Januari 2024. Foto Dok. Forum Cik Di Tiro.
Tabur bunga di depan Istana Presiden oleh Forum Ck Di Tiro,15 Januari 2024. Foto Dok. Forum Cik Di Tiro.

RIENEWS.COM – Forum Cik Di Tiro – forum yang terdiri dari akademisi, aktivis, jurnalis dan CSO – menggelar Kongres Penyintas Rezim Jokowi di depan Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta, Senin, 15 Januari 2024. Kegiatan itu digelar untuk memperingati korban-korban akibat kebijakan Presiden Joko Widodo selama hampir 10 tahun terakhir.

Kegiatan dimulai dengan membacakan pernyataan sikap dari para penyintas rezim Jokowi di seberang Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Ahmad Dahlan, Kota Yogyakarta.

“Hari ini, kami, para korban pelanggaran HAM di era Presiden Joko Widodo berkumpul di Yogyakarta, menyampaikan refleksi terbuka, pernyataan publik sekaligus seruan umum agar menempatkan kasus-kasus pelanggaran HAM sebagai pertimbangan dan sikap kritis warga negara untuk Pilpres 2024. Kami berharap pelanggaran HAM yang terjadi selama ini dapat segera dituntaskan dan pada Pilpres menjadi pertimbangan untuk tidak memilih kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang melakukan pelanggaran HAM atau membiarkan terjadinya pelanggaran HAM,” kata Susi, warga Desa Wadas yang menjadi korban kebijakan proyek Pembangunan Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.

Kemudian peserta kongres berjalan menuju istana. Di sana mereka menamburkan bunga sebagai simbol matinya demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia.

Inisiator Forum Cik Di Tiro, Masduki mengatakan bahwa mereka adalah perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang ada di Yogyakarta. Mereka berziarah ke Istana Presiden karena berduka atas situasi yang terjadi saat ini.

“Matinya demokrasi substansial di Indonesia, matinya etika politik, matinya keadaban bernegara, dan datangnya rezim yang melebihi otoriterisme Soeharto,” kata Masduki dalam siaran tertulis.

Forum Cik Di Tiro menilai Gedung Agung terancam menjadi ‘makam besar’ demokrasi karena hampir 10 tahun rezim Jokowi, gedung itu menjadi saksi kiprah presiden. Di mana awal periode menampilkan keindahan, semerbak, berhias senyum. Kemudian berangsur muram, berduka, dan menampilkan fisik yang kaku tanpa jiwa.

“Hari ini kami memilih ziarah ke Gedung Agung, istana presiden, simbol kekuasaan politik yang mati, ketika penghuni utamanya telah berubah dari manusia menjadi monster. Kaos hitam yang kami pakai, selain pertanda duka dan simbol kesedihan, juga menjadi energi untuk perlawanan jiwa, nurani, pikiran atas ketamakan kekuasaan tiga periode lewat campur tangan berlebihan dari Jokowi, lewat calon Wapres Gibran Rakabuming Raka,” papar Masduki.

Ia menambahkan, jika demokrasi berarti kebebasan sipil berekspresi, maka kini tak ada lagi. Jika demokrasi adalah pergantian pemimpin setiap lima tahun, kini tak berlaku lagi. Jika demokrasi adalah sikap hormat kepada hak rakyat atas tanahnya, kini terkubur.

Artikel lain

Sehari, 3 Kecelakaan KA dengan Mobil di Perlintasan Sebidang

Ada Kampung Bakery dan Kafe Singkong di Salatiga

Tumang, Kampung Pengrajin Kuningan Ratusan Tahun di Boyolali