Senada dengan MHKI, Haronoi Doli dari Jaringan Kesehatan Masyarakat (JKM) Indonesia, mengungkap rasa prihatin atas perjuangan dokter Alwi Hasibuan dalam penanganan Covid-19 di Sumatera Utara, yang mendapatkan apresiasi berupa penghargaan dari presiden, berakhir di pengadilan.
Dia berharap persidangan berjalan transparan.
“Kami dari JKM Indonesia hadir dalam persidangan rekan kami. Kami merasa prihatin, (Alwi) sebagai pejuang Covid di Sumatera Utara yang mendapatkan penghargaan dari presiden. Dalam kasus ini kita berharap berjalan transparan kemudian jelas hitam-putihnya. Kejujuran, transparan inilah yang kami harapkan. Apapun putusan kami siap menerima. Dan dukungan terhadap pejuang Covid Sumut Alwi siap kami laksanakan,” ungkapnya.
Ketua Majelis Pakar MD KAHMI Medan, Hasrul Hasan turut mengikuti persidangan dokter Alwi Hasibuan, merasa ironis, miris dan tragis atas dakwaan terhadap koleganya itu.
“Kami dari KAHMI Medan benar-benar merasa ironis, miris dan tragis atas dakwaan terhadap sahabat kami Alwi Mujahit Hasibuan. Kami begitu tahu bahwasanya beliau ini orangnya amanah, bertanggung jawab. Berjibaku ketika Covid melanda, berjuang, menaruhkan nyawa. Jadi kami benar-benar merasa sangat kecewa, sangat tidak bisa menerima, dan kami harap hakim bisa memutuskan seadil-adilnya, Alwi Mujahit Hasibuan bebas murni,” pungkasnya.
Dakwaan JPU
Dalam persidangan, JPU Hendri Edison mendakwakan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP kepada Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Kadinkses Sumut), dr Alwi Mujahit Hasibuan.
Jaksa juga mengenakan pasal subsider, Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan yang sama dikenakan JPU terhadap Robby Messa Nura (pemenang tender pengadaan APD).
Jaksa mendalilkan bahwa kasus tersebut bermula pada Maret 2020. Saat itu, Dinkes Sumut melakukan pengadaan APD Covid-19 dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000.
Namun, dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ditandatangani Alwi Mujahit Hasibuan selaku Kadinkes Sumut diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
Dalam pengadaan APD tersebut, jaksa menguraikan, adanya indikasi fiktif, ketidak sesuai spesifikasi, tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari BNPB, dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perka LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5.
Artikel lain
Sengketa Pilpres 2024 Sembilan Ahli Ganjar-Mahfud Beberkan Pelanggaran TSM Pilpres
MK Panggil Empat Menteri, Saksi AMIN Beberkan Dugaan Kecurangan Pilpres 2024
Mudik Lebaran 2024, Menhub Tekankan Antisipasi Gangguan di Jateng
Barang-barang dalam pengadaan penanganan Covid-19 itu berupa baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen, dan masker N95.
Usai mendengarkan dakwaan JPU, majelis hakim menunda persidangan pada Senin, 22 April 2024, dengan agenda pembacaan eksepsi dari kuasa hukum dokter Alwi Hasibuan. (Rep-02)