Sebulan Pemungutan Suara, Jagad Ajak Bangun Oposisi Rakyat

Aksi Jagad mengajak rakyat menjadi oposisi, 14 Maret 2024. Foto Dok. Jagad.
Aksi Jagad mengajak rakyat menjadi oposisi, 14 Maret 2024. Foto Dok. Jagad.

RIENEWS.COM – Tepat satu bulan pasca pasca-perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Kamis, 14 Maret 2024, Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad) menggelar aksi di depan Istana Negara Gedung Agung di Yogyakarta. Aksi yang digelar di sela guyuran hujan dan kilatan petir itu kembali mengingatkan publik atas hasil penghitungan cepat (quick count) yang sudah mengeluarkan nama pasangan pemenang dari pertarungan politik pada hari yang sama usai pemungutan suara digelar, 14 Februari 2024.

“Masalahnya, hasil kemenangan suara dominan pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 dijalankan rezim Jokowi dengan membunuh demokrasi melalui praktik-praktik culas,” seru Koordinator Jagad, Himawan Kurniadi dalam keterangan tertulis.

Sejak masa pencalonan Pemilu 2024, rezim Jokowi dengan telanjang berupaya keras mengubah konstitusi. Upaya keras rezim Jokowi akhirnya membuahkan hasil keculasan lewat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023. Putusan MK ini memberi karpet merah bagi anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabumi Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) sehingga dapat berpasangan dengan Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto.

Konflik kepentingan atas putusan MK ini tidak terhindarkan, karena status Ketua MK Anwar Usman sekaligus paman dari Gibran. Putusan MK semakin bermasalah tatkala sehari setelah putusan keluar, pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran langsung diterima KPU tanpa terlebih dahulu menyesuaikan aturan tentang batasan usia sesuai Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023.

Keculasan berikutnya yang dilakukan rezim Jokowi adalah melakukan politisasi bantuan sosial (bansos), secara sengaja menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye, terang-terangan menyatakan berpihak pada salah satu paslon capres dan cawapres yang mengarah kepada Prabowo-Gibran. Cara yang dilakukan dengan memobilisasi aparat negara dari sekelas menteri hingga kepala desa untuk pemenangan Prabowo-Gibran.

“Rezim Jokowi melakukan ini semua demi membentuk politik dinasti,” imbuh dia.

Selain itu, Capres Prabowo Subianto adalah pelanggar HAM. Ia merupakan mantan jenderal TNI-AD yang dipecat karena memiliki indikasi kuat sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan aktivis 1998. Prabowo hingga kini belum menjalani proses pengadilan karena selalu dilindungi oleh kekuasaan.

“Artinya, rezim Jokowi bukan saja membunuh demokrasi, tetapi memberi tempat bagi pembunuh keji untuk menduduki kursi kekuasaan,” tegas Himawan.

Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023, politisasi bansos, ketidaknetralan presiden dalam pemilu, hingga naiknya pelanggar HAM ke tampuk kekuasaan ditegaskan Jagad merupakan pengkhianatan sejati dari amanat reformasi 1998.

Daftar merah kejahatan demokrasi yang terutama dilakukan pasangan Prabowo-Gibran mengindikasikan upaya pelanggengan politik dinasti Jokowi. Dengan implikasi turunannya pada praktik-praktik penguasaan kekayaan negara untuk kemakmuran segelintir elite oligarki. Kejahatan berat para elite pemerintah nyata dipertontonkan tanpa rasa malu. Di sisi lain, justru akan menjadi bentuk kejahatan juga, apabila masyarakat sipil sebagai bagian dari pemerintahan (governance) tidak mengkritisi dan berusaha mengubah bentuk-bentuk politik kotor ini.

“Jagad sebagai bagian dari kelompok masyarakat sipil berupaya mengambil bagian dari perbaikan ini. Momentum 14 Februari 2024 kamimaknai sebagai penanda tegaknya setan politik dinasti. Pada sisi lain, momentum ini juga menjadi penanda waktu bagi kami untuk menyuarakan genderang perlawanan. Penanda tegas bahwa demokrasi rakyat masih hidup dan kemarahan rakyat nyata berkobar untuk memusnahkan demokrasi elite,” papar dia.