RIENEWS.COM – Hari Raya Idulfitri identik dengan bagi-bagi angpau oleh orang tua kepada yang lebih muda dengan mengemasnya di dalam amplop lucu berwarna-warni. Dari manakah munculnya kebiasaan memberikan angpau saat lebaran ini?
Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Moordiati menyatakan tidak ditemukan catatan sejarah mengenai angpau lebaran. Namun ada cerita, bahwa ada sosok kaisar yang datang ke Jawa dan memberi uang sebagai tanda tali asih. Cara itu berkembang dan diadopsi menjadi orang yang lebih tua untuk memberi kepada yang lebih muda sebagai tanda kasih sayang.
“Kalau tidak ada angpau saat lebaran, rasanya hambar,” kata Moordiati.
Akulturasi Budaya
Sebenarnya, lanjut Moordiyati, dalam budaya Islam tidak mengenal budaya bagi-bagi angpau. Pemberian angpau saat lebaran merupakan hasil dari perpaduan atau akulturasi antara budaya Islam dan Tionghoa.
“Hasil akulturasi ini berkembang sampai saat ini,” terang Moordiyati.
Dahulu, pemberian angpau saat lebaran merupakan hadiah dari orang tua kepada anaknya karena telah menjalankan puasa sebulan lamanya. Namun seiring berjalannya waktu, sesuatu yang dianggap sebagai hadiah telah menjadi keharusan.
“Lama-lama tidak lagi sebagai hadiah ya. Sekarang kalau tidak memberi angpau, kesannya bukan seperti hari raya,” papar Moordiyati.
Pemberian angpau lebaran juga dapat menjadi gambaran status sosial seseorang. Apabila status sosialnya tinggi, nominal uang yang diberikan akan semakin tinggi.
Artikel lain
Empat Kebiasaan Perayaan Idulfitri yang Mendatangkan Pahala dan Dosa
Haedar Nashir: Umat Islam Butuh Kalender Global agar Idulfitri dan Iduladha Satu