“Sekarang sudah ada kategorinya. Bisa dikatakan status sosial semakin tinggi tidak memberi 5 ribu, tapi 50 ribu misalnya,” ujar Moordiyati.
Tradisi tersebut terus berkembang. Kini pemberian angpau lebaran menggunakan uang baru telah menjadi tren. Bahkan jasa penukaran uang menjelang lebaran tengah menjamur di berbagai daerah. Tren ini ternyata berkembang sejak tahun 90an. Masyarakat lebih nyaman menggunakan uang baru daripada uang lama karena menganggap lebih pantas.
“Hari raya identik dengan sesuatu yang suci. Semuanya serba baru, seperti baju, sepatu, hingga uang baru,” jelas Moordiyati.
Mental Peminta
Dampak positif dan negatif pun tetap mengiringi perkembangan budaya ini. Dampak positif dari pemberian angpau lebaran adalah dapat meningkatkan semangat untuk bersilaturahmi. Namun silaturahmi tidak lagi dengan niat sebagai silaturahmi saja.
“Negatifnya niat silaturahmi jadi tidak murni dan hal ini tidak mendidik,” tutur dia.
Sementara dampak negatif dari pemberian angpau ialah menjadikan mental seseorang menjadi mental seorang peminta.
Artikel lain
Penuhi Kriteria MABIMS, Pemerintah Tetapkan Hari Raya Idul Fitri Sabtu 22 April 2023
Ini Pernyataan Presiden Jokowi Sikapi Kenaikan Kasus Covid-19
Penjelasan Muhammadiyah 1 Syawal 1444 H Jatuh pada 21 April 2023
Jadi ke rumah sanak saudara meminta untuk diberi uang. Meskipun saat pemberian ada aturannya harus baris-berbaris atau lainnya,” kata Moordiyati. (Rep-04)
Sumber: Universitas Airlangga