Serikat Pekerja Fisipol UGM Tuntut Pencairan Tukin Dosen ASN

Serikat Pekerja Fisipol UGM menuntut Kemdiktisaintek mencairkan Tukin dosen ASN.
Serikat Pekerja Fisipol UGM menuntut Kemdiktisaintek mencairkan Tukin dosen ASN.

SPF UGM yang terdiri dari berbagai elemen pekerja kampus seperti Dosen ASN, Dosen Tetap Non-ASN, Tenaga Kependidikan, maupun pekerja kampus yang berstatus kontrak dan honorer menyerukan civitas akademika untuk bersatu memperjuangkan kebijakan yang lebih adil.

Dalam persoalan ini, SPF UGM menuntut; Pertama, pencarian Tukin untuk semua dosen ASN tanpa diskriminasi, termasuk dosen PTNBH. Kami mendesak Kemdiktisaintek mencairkan Tukin kepada seluruh dosen ASN Kemdiktisaintek tanpa pengecualian kepada kelompok manapun. Hal ini sesuai dengan ketentuan Perpres No. 136 Tahun 2018, Permendikbud No. 49 Tahun 2020, dan Kepmendikbudristek 447/P/2024. Pencairan Tukin bagi seluruh dosen ASN Kemdiktisaintek merupakan langkah konkret sebagai wujud penghormatan terhadap prinsip kesetaraan dan keadilan bagi seluruh ASN.

Kedua, menuntut pendidikan tinggi yang bebas dari komersialisasi. Kami mendesak Kemendiktisaintek menerbitkan aturan yang menjamin akses masyarakat atas pendidikan tinggi dan pemenuhan hak pekerja di sektor tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Perguruan tinggi harus menjadi ruang yang terjangkau dan membebaskan, bukan menjadi ladang eksploitasi bagi tenaga pendidik atau semakin mahal bagi mahasiswa.

Ketiga, mendorong solidaritas antara dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa untuk kampus yang adil dan inklusif. Kami mendorong menggalang solidaritas segenap civitas akademika dari berbagai institusi pendidikan di Indonesia dan berbagai jejaring organisasi masyarakat sipil lain, untuk terus melakukan aksi solidaritas bersama dan berkelanjutan dalam menuntut pencarian Tukin.

Keempat, menolak penyalahgunaan narasi pengabdian. Kami menuntut pemerintah dan para pejabatnya untuk membahas isu ini dalam kerangka republik dan kewarganegaraan, bukan feodalisme yang disamarkan. Ketika dosen menuntut haknya atas Tukin, salah satu pejabat kementerian justru merespons dengan “narasi pengabdian” seolah-olah meminta hak adalah bentuk ketidaksetiaan. Ini bentuk penghayatan yang kurang mendalam terhadap nilai-nilai republik yang ditegaskan dalam UUD 1945.

Amanat konstitusi jelas: dosen berperan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan dalam konstitusi yang sama, hak dosen sebagai warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan juga dijamin.Dosen memang mengabdi, tetapi mengabdi kepada republik, bukan kepada pejabat yang merasa dirinya “Ndoro”. Narasi pengabdian yang digunakan untuk menutupi ketidakadilan ini harus dilawan! Republik bukan kerajaan, dan pejabat bukan raja yang bisa semena-mena terhadap warganya.

Artikel lain

PSHK UII Tegaskan Peraturan Tatib DPR RI Abuse of Power

Pusham UII Nilai Performa HAM Masa 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran Suram

Celios: 100 Hari Kerja Prabowo Rapor 5 Gibran Rapor 3

“Dengan ini, kami menuntut kepada negara, pemerintah, dan para pejabatnya: “Kembalikan Republik Kami!”. Hak kesejahteraan kami adalah bagian tak terpisahkan dari martabat profesi kami. Ketidakadilan ini mencerminkan inkonsistensi pemerintah dalam menghargai kontribusi strategis dosen ASN Kemdiktisaintek terhadap pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Kami menuntut agar pemerintah segera menindaklanjuti persoalan ini dengan langkah konkret sebagai wujud penghormatan terhadap prinsip kesetaraan dan keadilan bagi seluruh ASN,” isi pernyatan pers SPF UGM. (Rep-02)