Sidang Fatia-Haris, Pledoi Haris Azhar: Keluar dari Labirin Pembungkaman Penguasa

Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru). Foto Akun Instagram kontras_update.
Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru). Foto Akun Instagram kontras_update.

RIENEWS.COM – Sidang lanjutan Fatia-Haris dalam kasus “Lord Luhut” kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Senin, 27 November 2023. Dalam sidang ini Fatia-Haris membacakan pledoi, nota pembelaan.

Kedua aktivis hak asasi manusia (HAM), Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru) tersebut dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, buntut dari podcast Fatia-Haris berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam”.

Dalam pledoinya, Haris memberi judul “Keluar dari Labirin Pembungkaman Penguasa”. Haris menyatakan bahwa berpendapat di siniar (podcast) merupakan praktik umum yang sering dilakukan, bahkan oleh lembaga negara. Tidak ada yang salah dan melawan hukum dalam siniar tersebut karena hanya sebagai sarana penyebaran informasi dan komunikasi ke masyarakat luas.

Menurut Haris, upaya mempidanakan siniar yang membahas hasil riset bukanlah cara yang bermartabat untuk membantah temuan-temuan yang ada.

Haris Azhar menjelaskan bahwa proses pemidanaan kepadanya dan Fatia justru mengandung banyak hal yang patut disesali serta terdapat berbagai kelemahan.

Hal tersebut nampak dari keringnya pembuktian oleh JPU berupa alat bukti yang tidak sempurna, ketidakhadiran sejumlah saksi termasuk ahli, serta keengganan saksi ahli dalam menunjukkan kapasitasnya.

Haris menggambarkan situasi di Papua yakni praktik eksploitasi sumber daya alam yang saat ini dijalankan oleh Negara justru melahirkan berbagai bentuk kekerasan bagi warga Papua. Dengan kondisi tersebut, Haris menyatakan bahwa praktik advokasi yang dijalankan oleh Pembela HAM dan aktivis membawanya berinteraksi dengan komunitas warga, masyarakat adat di Papua sehingga sulit baginya untuk berbohong dengan kondisi kemanusiaan riil di Papua.

Lebih lanjut dalam nota pembelaannya, Haris menyatakan bahwa apa yang dilakukan pihak Luhut merupakan representasi dari Presiden Jokowi. Upaya dialog dalam kerangka negara demokrasi tidak dilakukan melainkan kriminalisasi. Ini merupakan bentuk represi, karena proses hukum dipaksakan hanya untuk memenuhi hasrat saja serta hukum digunakan secara kontradiktif. Pada akhir pembacaan nota pembelaan, Haris menyatakan bahwa perkara ini bukanlah bentuk tindak pidana sehingga sudah seharusnya ia dilepaskan dari segala tuntutan.

Pledoi Fatia: Semua Orang (Tidak) Sama di Depan Hukum

Seperti halnya Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti memberi judul pledoinya “Semua Orang (Tidak) Sama di Depan Hukum”.

Fatia menyatakan bahwa Papua merupakan wilayah dengan kekayaan alam dan mineral yang menjadi pusat perhatian nasional bahkan internasional. Sayangnya, di tengah kekayaan tersebut, kemiskinan struktural, konflik bersenjata, serta kerusakan alam terus memburuk dan merupakan dampak dari ambisi negara melakukan investasi.

Dia menjelaskan bahwa kekerasan telah menjadi nadi dalam kehidupan di Papua, upaya pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killings), penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, kelaparan, perampasan lahan, serta pengungsi internal tak kunjung mendapat perhatian.

Artikel lain

Tim Advokasi untuk Demokrasi Sebut Tuntutan Fatia-Haris Jauh dari Objektif

Panja BPIH: Jemaah Haji 2024 Hanya Bayar Rp56,04 Juta, Bukan Rp93,41 Juta

Nawawi Pomolango Gantikan Firli, DPR Ingatkan Tantangan Mafia Hukum