Fatia mengungkap bahwa banyaknya pelanggaran HAM yang muncul di Papua diakibatkan oleh adanya operasi militer di Papua yang dilakukan tanpa adanya evaluasi maupun pengawasan.
Pledoi yang dibacakan Fatia juga menjawab tuduhan yang dilayangkan oleh JPU–yang menilai bahwa Fatia telah melakukan briefing awal dan mempersiapkan tanya jawab dengan Haris Azhar mengesankan wawancara tersebut dibuat-buat. Fatia menganggap hal yang dituduhkan oleh JPU tersebut merendahkan kompetensi Fatia sebagai peneliti dan juga pegiat HAM.
Fatia menyatakan bahwa dugaan keterlibatan pejabat publik sebagaimana disampaikan dalam riset maupun konten podcast tersebut bukanlah pencemaran nama baik. Tuduhan bahwa konten yang dibuat untuk mencemarkan nama baik salah satu pejabat publik merupakan klaim yang keliru.
Masih dalam pledoinya, Fatia menyinggung pernyataan JPU yang terkesan merendahkan martabat profesi pendamping hukum dan advokat. Fatia menegaskan, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) merupakan sekelompok kuasa hukum yang berusaha membelanya dan Haris tanpa tanpa dibayar sepeserpun, secara sukarela, meluangkan waktu dan tenaganya dan memiliki rekam jejak yang kompeten untuk terus konsisten dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat tertindas. TAUD pun telah melahirkan beberapa hasil kerja-kerja yang dinilainya telah membantu masyarakat.
Dalam bagian penutup pledoinya, Fatia menyatakan yang disampaikan pada konten Youtube tersebut ialah semata-mata demi kepentingan publik, memberikan fakta kepada masyarakat untuk dapat ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Fatia turut mendesak negara untuk dapat menindaklanjuti berbagai temuan yang berasal dari masyarakat, terutama masyarakat terdampak yang menjadi korban pelanggaran HAM.
Fatia berharap bahwa pengadilan ini dapat menyumbangkan sebuah preseden berkeadilan dan membuktikan kepada forum internasional bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara masih bisa dijadikan contoh.
Di akhir pledoinya, Fatia meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk pertama, menerima nota pembelaan secara keseluruhan. Kedua, menyatakan menolak dakwaan dan tuntutan dari JPU. Ketiga, menyatakan seluruh dakwaan terhadap Fatia dan Haris tidak dapat diterima. Keempat, menyatakan Fatia dan Haris tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU ITE.
Kelima, membebaskan Fatia dan Haris dari segala tuntutan. Keenam, memulihak hak-hak Fatia dan Haris dalam kemampuan, kedudukannya serta martabatnya. Ketujuh, membebankan biaya perkara kepada negara menurut hukum yang berlaku.
Dalam sidang Fatia-Haris pada Senin, 13 November 2023, JPU menuntut Haris Azhar pidana penjara 4 tahun dan denda Rp1 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga meminta agar link youtube Haris Azhar dihapus dari jaringan internet.
Artikel lain
USNI Wisuda 406 Mahasiswa, Calon Enterpreneur Muda di Era Digital
AJI Yogyakarta Buka Layanan Hotline Bagi Jurnalis Korban Kekerasan Seksual
Jadi Tersangka Ketua KPK Firli Bahuri Terancam Bui Seumur Hidup
Sementara itu, Fatia Maulidiyanti, JPU mengajukan tuntutan penjara 3 tahun 6 bulan, denda Rp500 ribu subsider 3 bulan kurungan. (Rep-02)
Sumber: Kontras