Atas kasus tersebut, Koaliasi Pegiat HAM Yogyakarta secara resmi mengadukan Megawati ke Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada 22 Februari 2023. Mereka mengirimkan surat pengaduan melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta.
Koalisi juga menyampaikan sejumlah desakan Komnas Perempuan. Pertama, mendesak Komnas Perempuan secara kelembagaan untuk mengkaji dugaan pelabelan negatif sebagai praktik ketidakadilan gender dalam pernyataan Megawati.
“Kajian kami harapkan sudah selesai sebelum 8 Maret 2023. Itu adalah momentum peringatan Hari Perempuan Internasional,” tegas Tri Wahyu.
Kedua, apabila hasil kajian adalah benar, bahwa pernyataan Megawati merupakan pelabelan negatif terhadap komunitas perempuan di Indonesia, Komnas Perempuan agar menegur secara tertulis kepada Megawati dan ditembuskan kepada publik melalui konferensi pers.
Ketiga, meminta Komnas Perempuan agar bekerja sama dengan BPIP dan BRIN mengadakan pelatihan GEDSI (Gender Equality, Disability and Social Inclusion) kepada para pejabat, termasuk termasuk Megawati, serta staf BPIP dan BRIN. Tujuannya demi menjaga demokrasi di Indonesia yang berperspektif GEDSI sehingga mencegah pejabat publik melakukan praktik ketidakadilan gender, termasuk pelabelan negatif.
“Dan kami, Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta terdiri dari individu-individu pegiat HAM di Yogyakarta telah mengikuti pelatihan GEDSI, antara lain dari pemateri aktivis senior perempuan di Indonesia,” terang Tri Wahyu.
Artikel lain
Akumulasi Korupsi Bupati Mamberamo Tengah RHP Rp200 Miliar
Insiden Helikopter Kapolda Jambi Mendarat Darurat di Hutan Kerinci
Ini Rekomendasi Destinasi Wisata Asia dari Tiket.com
Salah satu materi kesetaraan gender adalah materi bentuk-bentuk ketidakadilan gender, seperti pelabelan atau stereotype. Bentuk ketidakadilan gender yang lain adalah subordinasi, peminggiran atau marjinalisasi, beban ganda dan kekerasan.
Dilansir dari laman Kementerian PPPA, bahwa yang dimaksud pelabelan adalah pemberian citra baku atau label atau cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan negatif juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negatif ditimpakan kepada perempuan. Semisal, perempuan dianggap cengeng, perempuan tidak rasional, tapi emosional, perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting, dan seterusnya. (Rep-04)
Sumber: Kementerian PPPA, Kementerian Agama, Youtube BKKBN