Situs Rumah Geudong Tak Boleh Dihancurkan, Belum Berkekuatan Hukum Tetap

Rumoh Geudong yang dibakar massa usai kunjungan TPF Komnas HAM pada Agustus 1998. Foto Dok. Kontras Aceh.
Rumoh Geudong yang dibakar massa usai kunjungan TPF Komnas HAM pada Agustus 1998. Foto Dok. Kontras Aceh.

Pemerintah Indonesia seharusnya belajar dari negara Kamboja dalam merawat dan mempertahankan situs-situs yang menjadi lokasi pelanggaran HAM berat di negaranya. Di sana ada situs yang dikenal dengam Killing Field atau tragedi ladang pembantaian yang berlangsung tahun 1975-1979 oleh Khmer Merah.

“Lalu dijadikan museum dan memorabilia pengingat kejadian kelam tersebut,” kata Taufik.

Pada 1975-1979, Khmer Merah melakukan kejahatan yang merenggut nyaris sepertiga penduduk Kamboja. Peristiwa tersebut menjadi salah satu kasus pembantaian massal terbesar setelah Holocoust di Jerman. Setelah 25 tahun berselang, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), akhirnya mendukung pendirian Pengadilan Khmer Merah yang disebut Kamar Luar Biasa dalam Pengadilan Kamboja.

Kendati sejak beroperasi pada 2006, pengadilan baru memvonis tiga orang bersalah atas kasus Killing Fields. Namun hingga saat ini, pemerintah Kamboja tetap mempertahankan situs tersebut sebagai bukti sejarah agar peristiwa tersebut tidak boleh terulang kembali di masa depan. Selain itu, pemerintah juga menetapkan 20 Mei menjadi hari untuk mengingat genosida yang terjadi di Kamboja.

Taufik berharap kekeliruan pemerintah dengan menghancurkan tempat kejadian perkara itu tidak terulang dalam kasus-kasus lainnya yang masuk daftar penyelesaian penggaran HAM berat di masa lalu.

“Bangsa ini harus menjadi bangsa yang besar yang mau mengakui kesalahannya di masa lalu, mengungkapkan kebenaran yang terjadi sepahit apapun. Mengingatnya sebagai pelajaran berharga agar tidak terulang lagi masa mendatang,” kata Taufik.

Artikel lain

Libur Sekolah, Menparekraf Ajak Berwisata #DiIndonesiaAja

RUU Kesehatan Batal Disahkan dalam Rapat Paripurna ke-27 DPR

PPIH Imbau Jemaah Haji Tidak Swafoto Depan Kabah

Ia menegaskan pemulihan terhadap korban tidak boleh sekadar dipandang dari sudut pemulihan materil semata. Namun harus diikuti pengungkapan fakta sebagai pemenuhan hak untuk mengetahui kebenaran. (Rep-04)