Suara DPR Tak Bulat Bawa RUU Kesehatan ke Paripurna

Wakil Ketua Komisi IX DPR memimpin rapat kerja soal RUU Kesehatan. Foto Dok. DPR.
Wakil Ketua Komisi IX DPR memimpin rapat kerja soal RUU Kesehatan. Foto Dok. DPR.

Janji Jamin Kepentingan Masyarakat
Wakil Ketua Komisi IX DPR sekaligus Ketua Panja RUU Kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan, dalam pembahasan RUU, ia menyatakan membuka ruang dialog terkait muatan RUU. Dia menjamin, semangat RUU Kesehatan mengakomodasi kepentingan banyak pihak, baik dari tenaga kesehatan maupun masyarakat.

“Substansi yang selama ini disampaikan berbagai pihak, bahkan menjadi isu demonstrasi ke DPR, hampir bisa dipastikan sebagian besar sudah masuk. Kami harap semua pihak bisa menerima untuk menjadi aspirasi bersama dan bisa kami laksanakan. Ini akan menjadi wajah baru dunia kesehatan tanah air,” ujar Melki usai Rapat Pleno Komisi IX.

Terkait substansi yang menjadi concern masyarakat, Melki memastikan beleid tersebut memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun medis dalam menjalankan praktik sehari-hari dan rentan mengalami kriminalisasi. Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan sudah sepatutnya mendapat hak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang baik.

“Kami sangat melindungi tenaga medis kesehatan. Apabila dipersoalkan keluarga pasien akan ada mekanisme pendahuluan untuk diuji dulu melalui mekanisme internal seperti majelis kehormatan atau majelis disiplin dan sebagainya,” jelas Melki.

Melki juga menjelaskan, DPR bersama Pemerintah sepakat menghapus alokasi anggaran atau mandatory spending kesehatan minimal 10 persen dalam RUU Kesehatan, baik di tingkat pusar dan daerah. Alasannya, agar tujuan dialokasikan mandatory spending bukan berdasarkan besarnya alokasi. Namun ada komitmen spending anggaran dari pemerintah untuk memastikan program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal.

Sebagai gantinya, Kemenkes mengusulkan mekanisme Rencana Induk Kesehatan Nasional dengan mengintegrasikan antara pemerintah daerah, pusat dan badan/lembaga lain sebagai metode baru menggantikan program mandatory spending.

“Prinsipnya, semua program yang berkaitan dengan program strategis nasional di bidang kesehatan harus disiapkan anggarannya. Itu sudah menjadi komitmen bersama untuk memastikan program kesehatan bisa berjalan dan berdampak langsung pada masyarakat,” urai Melki.

Politisi Fraksi Golkar ini juga menyampaikan usulan untuk memisahkan tembakau dari zat adiktif seperti alkohol dan narkotika. Usulan tersebut didasarkan pada aspirasi yang diterima berbagai pihak, termasuk petani tembakau. Nantinya, tembakau, narkotika serta minuman beralkohol akan diatur tersendiri dalam aturan yang berbeda, baik melalui peraturan pemerintah maupun UU eksisting.

Artikel lain

Jazz Gunung Bromo 2023 Usung Ermy Kulit hingga Denny Caknan

Ini Ketentuan Asuransi Jemaah Haji Wafat dan Kecelakaan

Polda Sumut Selamatkan 2,7 Juta Masyarakat dari Bahaya Narkoba

“Regulasi terkait masing-masing itu akan diatur pemerintah. Tembakau kan sudah ada eksisting, narkotika sudah ada UU nya, minol juga sudah ada PP-nya. Kami sepakat pisahkan tembakau dengan regulasi lebih ketat. Buat tembakau sendiri, rokok dan rokok elektrik akan ada PP-nya masing-masing,” kata Melki.

(Rep-04)
Sumber: DPR