Tanggapan Koalisi Sipil atas Putusan Bebas Fatia-Haris dan Langkah Kasasi JPU

Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru). Foto Akun Instagram kontras_update.
Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru). Foto Akun Instagram kontras_update.

RIENEWS.COM – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah menjatuhkan putusan bebas atas kasus kriminalisasi terhadap Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri LOKATARU) pada 8 Januari 2024 lalu. Bagi koalisi masyarakat sipil, putusan tersebut merupakan kabar baik di tengah fenomena ambruknya demokrasi pada rezim Presiden Joko Widodo belakangan.

Rezim yang dinilai melemahkan lembaga pengawas, mengobrak-abrik Mahkamah Konstitusi, memunculkan politik dinasti dan berbagai indikasi serta ada potensi kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu).

“Kami menilai putusan ini merupakan pesan kepada seluruh elemen masyarakat, bahwa masih ada harapan terhadap kebebasan sipil. Tidak takut untuk terus bersuara menyampaikan kritik terhadap pemerintah,” demikian koalisi masyarakat sipil yang meliputi akademisi, Amnesty International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Walhi Eksekutif Nasional, Persatuan Gereja Indonesia, Asia Justice and Rights, juga Tim Advokasi untuk Demokrasi dalam siaran pers KontraS tertanggal 10 Januari 2024.

Koalisi masyarakat sipil mengapresiasi putusan majelis hakim, mengingat dalam putusan tersebut hakim mengakui beberapa hal, seperti fakta adanya conflict of interest oleh Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) terkait praktik pertambangan di Papua.

Fakta tersebut dilihat dari adanya penjajakan bisnis anak perusahaan LBP, yakni PT Tobacom Del Mandiri bersama dengan PT Madinah Qurrota Ain dan West Wits Mining. Dalam persidangan terbukti, bahwa LBP sebagai beneficiary owners (BO). Sebab setiap tahun mendapatkan laporan keuangan perusahaan, sehingga mustahil tidak mengetahui atau menyetujui adanya penjajakan bisnis di Papua.

Berikut ada tanggapan dan pernyataan perwakilan koalisi terkait putusan tersebut:

Akademisi STHI Jentera, Bivitri Susanti
“Putusan ini membuktikan solidaritas masyarakat sipil sangat kuat di tengah tantangan yang kian sulit”.

Ekonom senior dan ahli di persidangan, Faisal Basri
“Bebasnya Fatia dan Haris merupakan putusan luar biasa. Jadi harus dijadikan senjata untuk menguatkan posisi masyarakat sipil agar penguasa takut berbuat semena-mena. Hancur negara jika terus terjadi kelindan kepentingan seseorang yang berperan ganda, yakni sebagai pengusaha dan penguasa. Sumber daya alam selama ini dieksploitasi secara masif, keuntungannya digunakan untuk membiayai Pemilihan Presiden dan memperpanjang kekuasaan yang otoriter. Jadi mesti terus memperkuat kajian, sebab penelitian tidak dapat dipidana”.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid
“Putusan ini positif untuk membangun kebebasan sipil, kebebasan berekspresi hingga kebebasan beroposisi. Menurut dia, putusan hakim menjelaskan, bahwa bukan Fatia-Haris yang melanggar hukum, melainkan pejabat yang melaporkan Haris dan Fatia yang terbukti melanggar hukum. Pertambangan di Papua harus dihentikan sementara, karena proses pertambangan hampir pasti dibarengi dengan penggunaan kekuatan negara yang berujung pada kriminalisasi”.

Greenpeace Indonesia, Rio Rompas
“Banyak riset soal Papua, terlebih soal sumber daya alam di Papua. Pihaknya pun akan memperkuat dan melanjutkan riset-riset untuk kepentingan publik. Upaya untuk membongkar skandal dan keuntungan yang didapatkan pun akan diteruskan”.

Walhi Eknas, Satrio
“Putusan ini juga menandakan pentingnya perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan atau anti SLAPP. Peran pembela lingkungan sangat penting karena lingkungan tidak bisa membela dirinya lewat proses peradilan. Khusus untuk pertambangan, tetap akan berdampak destruktif dan merusak lingkungan. Putusan itu harus menjadi koreksi terhadap tata kelola sumber daya alam”.

Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Ronald Tapilatu
“Ada harapan bagi orang-orang yang terus memperjuangkan isu kemanusiaan dan lingkungan di Papua. Kriminalisasi hanya akan berbuah pada ketakutan bagi mereka yang kritis dan melakukan riset. Dari gereja juga mengapresiasi putusan ini. Orang-orang di Papua pun sangat senang atas putusan ini. Operasi militer di Papua tentu harus dihentikan”.

Artikel lain

Usai Debat Ketiga, Jokowi Serukan Keamanan Digital dan Kenaikan Gaji TNI

Persiapan HUT RI di IKN Digenjot, Masyarakat Hadir secara Hybrid

Fatia dan Haris Diputus Bebas, Tim Advokasi Berpesan Jangan Takut Mengkritik