“Industri selalu membuat hal-hal menarik untuk mengajak anak-anak sebagai pengguna atau konsumen. Nah, bagaimana kami bisa melindungi anak-anak agar tidak menjadi pengguna rokok ini,” tanya dia.
Selain mengemas pemasaran dalam bentuk yang menarik, industri rokok juga membuat anak-anak remaja kecanduan dengan menciptakan rokok elektrik dalam berbagai varian rasa. Tak bisa dimungkiri, inovasi tersebut berhasil menarik perhatian anak muda untuk menggunakan produk tersebut.
Pengguna rokok elektrik di kalangan remaja meningkat dalam 4 tahun terakhir. Dari hasil GATS pada 2021, prevalensi rokok elektrik naik dari 0,3 persen pada 2019 menjadi 3 persen pada 2021.
Dalam upaya melindungi masyarakat dari bahaya produk tembakau, pemerintah telah menetapkan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu aturan yang diamanatkan UU Kesehatan, yakni pengamanan zat adiktif, termasuk produk tembakau dan rokok elektronik.
Sebagai tindak lanjut UU tersebut, pemerintah sedang melakukan penyusunan draf peraturan pemerintah (PP) mengenai zat adiktif. Saat ini, penyusunan PP tersebut sudah menyelesaikan proses pembahasan, uji publik, serta pleno dengan kementerian dan lembaga terkait. Dalam waktu dekat, PP yang menjadi aturan turun dari UU Kesehatan segera disahkan.
Selain itu, pemerintah melindungi hak anak melalui sistem pembangunan kabupaten/kota Layak Anak. Dasar aturan dari kebijakan tersebut adalah UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya pasal 21.
“Kami mendorong kabupaten/kota sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Kebijakan ini sudah ditindaklanjuti Kemenkes sebagai kementerian teknis yang langsung membuat banyak aturan di daerah,” tutur Amurwarni.
Pihaknya juga mengupayakan di dalam rumah juga harus bebas rokok. Sebab banyak rokok dimulai dari konsumsi rumah tangga, sehingga berdampak pada pertumbuhan anak.
“Uangnya habis untuk beli rokok, tapi tidak untuk beli telur, daging atau ayam,” imbuh dia.
Dampak Bagi Kesehatan
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah menegaskan, tingginya perokok aktif di Indonesia dapat menyebabkan masalah kesehatan serius. Dampak kesehatan tidak hanya pada perokok aktif yang mengisapnya, tetapi juga perokok pasif yang terkena paparan asapnya.
Ibu hamil menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terkena dampak dari rokok. Ibu hamil yang sering terkena paparan asap rokok selama kehamilan dapat meningkatkan risiko keguguran, stillbirth, dan kematian neonates, kelahiran prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), plasenta premis, kelainan kongenital serta perkembangan neurologis.
Selanjutnya pada anak-anak, paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko Sudden Infant Death Syndromes (SIDS) hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan anak-anak yang tidak merokok. Selain itu, fungsi paru menurun, penyakit pernapasan, kanker, gangguan ginjal dan infeksi telinga.
“Kebiasaan merokok juga menyebabkan stunting. Karena nilai nutrisi keluarga bisa teralihkan, karena pembelian rokok oleh bapaknya,” kata Piprim.
Deputy Representative UNICEF Indonesia Mrunal Shetye mendorong Pemerintah Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan untuk melindungi anak-anak dari taktik industri tembakau. Perlindungan ini termasuk dengan menutup celah yang memungkinkan pemasaran produk tembakau kepada anak di bawah umur dan meningkatkan pendanaan untuk pengendalian tembakau inisiatif.
Sebab anak-anak mempunyai hak untuk tumbuh di lingkungan yang bebas dari dampak bahaya tembakau. Upaya tanpa henti dari industri tembakau untuk memikat generasi muda pada produk mereka merupakan serangan langsung terhadap hal ini.
“Kita harus bersatu untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dengan melawan predator ini praktiknya,” kata Mrunal Shetye menegaskan.
Team Lead NCD and Healthier Population Lubna Bhatti mengatakan, WHO Indonesia memberikan empat prioritas yang perlu menjadi perhatian Pemerintah Indonesia terkait tingginya perokok aktif di Indonesia.
Pertama, pembentuk undang-undang dapat memastikan bahwa UU Kesehatan melarang tembakau serta periklanan, promosi, dan sponsorship terkait di media sosial dan di seluruh internet. Pemerintah juga dapat menerapkan pelarangan iklan semacam itu di papan reklame dan tempat umum, termasuk acara-acara yang berfokus pada remaja seperti olahraga, musik, dan seni.
Kedua, legislator dapat melengkapi usulan larangan terhadap penjualan tembakau dan produk sejenis kepada mereka yang berusia di bawah 21 tahun dengan larangan penjualan yang disebut “paket anak-anak”.
“Ini akan membuat rokok menjadi kurang terjangkau bagi generasi muda,” imbuh Lubna Bhatti.
Hal itu juga harus disertai dengan pelarangan penggunaan perasa pada rokok elektrik dan perangkat baru lainnya, sehingga mengurangi daya tarik penggunaan perasa tersebut secara signifikan.
Ketiga, dalam rancangan RUU Penyiaran Nasional, pembentuk undang-undang dapat memberlakukan larangan total terhadap iklan rokok, promosi, dan sponsor tembakau di semua format siaran. Hal ini akan memberikan dampak signifikan terhadap keterpaparan seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya pada generasi muda, terhadap tembakau tradisional dan iklan terkait di media. Langkah ini akan membantu mendenormalisasi kebiasaan merokok dan perilaku vaping.
Keempat, pembuat undang-undang dapat mengembangkan dan menerapkan struktur cukai yang seragam untuk semua produk tembakau dan produk terkait. Juga menghapuskan batasan cukai yang berlaku saat ini sebesar 57 persen dari harga eceran.
Artikel lain
Kemenag Soroti Pemberangkatan Jemaah Haji 2024 Oleh Garuda Sering Delay
Paripurna DPR Sahkan Revisi UU Polri, TNI, Kementerian Negara dan Keimigrasian
Alasan Jokowi Perintahkan Berhenti Bikin Aplikasi Baru
“Tindakan tersebut akan memungkinkan mereka lebih mudah meningkatkan pajak hingga 75 persen atau lebih pada harga ritel, sesuai dengan praktik terbaik WHO secara global,” terang dia. (Rep-04)
Sumber: Kementerian Kesehatan